Senin, 09 Desember 2013

Milestone

Hi there, thank you so much
You give me live
You give me life
You bless me day by day
You love me most
You gave me all the things i need
You gave me anything i want the most
You gave me a direction to still on your path

I miss to talk with you
Like all the things i've never forget
Strenght you gave to me
Things i never wonder that came from
But i know its you
Its you with my voice

You knew I never doubt with you
I trust you
Even sometimes its hurts
But I know that you give me the best for my life

25th is a special gift for me
Thanks for all the things you bring to me
Thanks God
Thanks.... for being my God

Gracias

Best regards,
Yours

Sidoarjo, 2013

And I know you read this for me

Published with Blogger-droid v2.0.10

Rabu, 13 November 2013

Trilogi Gunung, Laut, Citysight #2

Saat kita berlibur ke pantai, kita sangat senang akan keindahan permukaannya. Merasakan butiran pasir halus yang menyentuh kulit, memandang ombak yang dating bergulung-gulung atau mendengar deburan ombak yang menghantam karang atau menghapus jejak.  Namun, seberapa banyakkah kita mengetahui dibawah permukaan laut itu sendiri.


Seperti halnya gunung, laut memiliki daya tariknya tersendiri. Laut adalah tempat yang penuh dengan misteri. Mungkin anda dapat melihat permukaan bumi dengan pencitraan satelit, namun saya rasa pencitraan satelit tidak dapat menembus misteri yang ada di dalam laut. Bahkan jarak pandang atau visibility di dalam air sangat terbatas. Jarak pandang 40 meter adalah jarak pandang yang sangat bagus dan sudah pasti kondisi air di tempat tersebut sangat bersih dan jernih. Dengan visibility yang terbatas itu pula yang membuat laut adalah tempat paling misterius di dunia.


Bagi umat manusia dasar laut dan isinya masih merupakan misteri. Bahkan, manusia sendiri lebih mengenal dan memetakan permukaan Mars jauh lebih detail dan lebih lengkap dibandingkan pemetaan dasar laut itu sendiri. Sampai saat ini pun kita baru saja mengidentifikasikan spesies laut  kurang dari 10%, sisanya masih menjadi misteri. Padahal dengan komposisi daratan dan lautan yang berbanding 30:70 tentu saja masih banyak potensi dan keragaman yang masih tidak kita ketahui.


Lubang yang dalam di lautan disebut palung. Palung paling dalam di lautan adalah “Palung Mariana”. Palung ini terdapat sebelah timur Filipina, sebelah selatan Jepang dan sebelah utara Papua jika ditarik satu garis lurus. Saat pengukuran terakhir di tahun 2012 oleh Deep Challenger memiliki kedalaman 10.911 meter dibawah permukaan laut dengan tekanan 1.086 bar, dan hebatnya masih ditemukan makhluk hidup seperti udang dan ikan disini. Gunung tertinggi di dunia adalah Mount Everest dengan ketinggian 8.488 mdpl.


Banyak cara yang dilakukan manusia untuk menjelajahi bawah laut. Cara paling mudah dan paling ditemui di Indonesia untuk pengenalan wisata bahari bawah laut adalah “Bottom Glassing”. Jika anda berada di Jawa Timur, rekreasi jenis ini sudah ada lama di Pantai Pasir Putih Situbondo. Dimana kita menaiki perahu lalu memandang bawah laut melalui kotak kaca sehingga kita bias melihat dan mengamati  keindahan panorama bawah laut yang memukau. Keindahan koral yang beraneka bentuk dan warna, ikan-ikan koral berwarna-warni yang bergerombol dan berenang kesana-kemari serta mengamati binang laut yang menggoda untuk disentuh dan dibawa pulang.


Cara kedua adalah dengan melakukan “snorkeling”. Cara yang satu ini saat ini sedang booming dan memiliki banyak penggemar. Snorkeling membuat kita lebih dekat dengan alam bawah laut karena kita dapat berenang bersama ikan-ikan koral sembari menikmati indahnya paduan pasir dank oral serta makhluk yang menghuni didalamnya. Untuk snorkeling, ada baiknya snorkeler mendapatkan pelatihan tentang makhluk-makhluk laut, karena banyak diantaranya yang berpotensi bahaya seperti memiliki sengat baik yang hanya mengakibatkan nyeri ataupun racun yang berakibat fatal. Bahkan bisa ular laut 4o kali lebih mematikan dibandingkan bisa ular kobra. Belum lagi gigitan dari belut Morray yang dapat memutuskan jari. Namun seperti halnya makhluk Tuhan yang lain, selama kita tidak menggangu dan hanya berenang bersama, mereka juga tidak akan menyerang tanpa alasan. Pada perkembangannya, snorkeling ini berkembang menjadi Free Diving / Skin Diving dimana subyek-subyek yang melakukan olahraga ini melakukan penyelaman dengan satu tarikan nafas dan menahan nafas saat berada di dalam air. Perkembangan berikutnya menjadi Spearfishing dimana mereka yang menyelam tanpa bantuan alat pernafasan ini dilengkapi dengan senapan panah atau tombak untuk menangkap ikan di dalam air.


Cara ketiga adalah dengan menggunakan SCUBA Diving. SCUBA adalah akronim dari Self Contained Underwater Breathing Apparatus. Cara ini digunakan bagi mereka yang ingin mengenal laut lebih dalam dimana kita memerlukan bantuan pernafasan saat berada di dalam air. Olahraga ini mulai ramai digemari di Indonesia. Namun , untuk memulai olahraga ini biaya yang dipersiapkan lebih mahal dibandingkan dua olahraga yang sebelumnya, karena untuk dapat melakukan aktivitas ini dituntut untuk melakukan pelatihan dan mendapatkan license atau SIM (Surat Ijin Menyelam). Hal ini dikarenakan resiko yang tinggi saat melakukan olahraga SCUBA Diving ini. Selai dituntut untuk memiliki pengethuan makhluk-makhluk laut, para pelaku juga dituntut untuk tahu hukum-hukum fisika yang berlaku serta pengetahuan teknis dan komunikasi saat berada di bawah permukaan laut. Beberapa instansi penyedia lisensi ini antara lain: PADI, SSI, CMAS, ADS,dll. Namun jika anda sudah merasakan sensasi saat menyelam, anda akan dibuat terpukau olehnya, karena banyak spesies-spesies bawah air yang unik, aneh dan baru saat kita menyelaminya. Jenis-jenis ikan yang beraneka ragam, mulai dari yang cantik dan menggemaskan sampai yang membuat kita bergidik karena bentuknya yang aneh akan kita temui di bawah air ini. Beberapa spesies tidak jarang dapat  menyebabkan kematian, seperti ikan batu (Stone Fish), Blue Ring Octopus,Sting Ray (ikan pari) dll. Oleh karena itu Bahkan seringkali para penyelam dikejutkan oleh fenomena-fenomena alam yang tidak dapat kita rasakan diatas daratan, seperti thermoclaim, down current, up current, strong current dan masih banyak lagi yang akan membuat kita berpacu dengan adrenalin.


Bagi saya laut merupakan tempat semua  sungai berpulang. Tempat dalam yang hanya mereka yang mau menyelami lautan itu sendiri untuk mengetahui isinya. Seperti halnya diri sendiri. Kita begitu mudahnya menilai seseorang, bahkan terkadang hanya dari penampilannya. Namun ketika kita bertanya tentang siapakah diri kita, apakah kita dapat mendeskripsikan tentang diri kita dalam satu halaman kertas A4 dengan font Times New Roman ukuran 12 spasi single. Saya rasa tidak semua orang dapat mendeskripsikannya. Berapa banyak orang yang telah menyadari dan menemukan bakatnya, banyak yang belum menemukannya bahkan ketika ia telah tiada.


Kita mengenal sirkulasi air laut diuapkan dan menjadi awan, dimana suatu saat ia akan diturunkan dalam bentuk hujan dan kembali ke laut. Dalam perjalanannya kembali ke laut, sebagian besar air akan mengikuti derasnya air melalui sungai-sungai besar dan kembali ke laut. Namun tidak semua melalui proses singkat ini, sebagian air akan merembes ke dalam tanah untuk menjadi cadangan air, dihisap oleh tumbuhan, memasuki buah-buahan dan sayuran, dimakan oleh manusia dan hewan, menjadi kotoran dan kembali ke tanah, menjadi cadangan air kembali, ditimba dan diaduk bersama kopi, menguap bersama uap kopi, menjadi embun di dedauan, jatuh membanjiri air sawah, menghidupi ikan dan katak, mengalir ke sungai kecil di pematang untuk bergabung dengan sungai yang lebih besar, mengalir bersama limbah pabrik hingga kembali ke laut membawa lumpur. Seperti halnya kita, air juga mempunyai cerita, tinggal kita mau mendengarnya atau tidak. Seseorang pernah berkata, anda tidak akan menyadari apa yang anda rindukan sampai anda berjumpa dengannya kembali. Jika anda dibolehkan untuk memilih, anda akan menjadi air yang mana. Apapun pilihan anda saya yakin anda adalah manusia yang lapar akan rasa ingin tahu. Jika tidak, tentu anda akan memilih tidur dan tidak menyimak tulisan ini.


Siapapun anda pasti punya cerita tersendiri bagaimana anda menemukan tulisan ini, bagaimana anda saat ini dapat membaca blog ini melalui monitor atau LCD anda sembari memutar scroll mouse anda. Kalau boleh saya sarankan, anda dapat mendengarkan lagu “King of Convenience -  Cayman Island” sembari sedikit flashback menyusun kepingan perjalanan anda. Hal ini akan membuat anda bercerita tentang perjalanan anda kepada diri anda sendiri. Selamat bercerita.

Sidoarjo, 2013

“If only they could see, if only they had been here…..”- Cayman Island


Published with Blogger-droid v2.0.10

Minggu, 08 September 2013

Trilogi Gunung, Laut, Citisight #1



Gunung


Tiap tempat tentu punya pesonanya sendiri. Entah itu Gunung, Laut, Pantai ataupun jalan-jalan di Perkotaan. Mereka menawarkan feelnya tersendiri.


Gunung memiliki alamnya yang memukau, pemandangan yang indah, hijaunya yang menyegarkan mata, menantang adrenalin saat kita berjalan mendaki dan melewati tanjakan curam, serta segala keunikan dan kecantikannya.


Bagi saya Gunung itu kokoh tak tertandingi, besar namun masih mungkin digapai, angkuh namun mengayomi. Ia adalah perwujudan mimpi dan cita-cita yang harus digapai dalam hidup.


Dalam melakukan pendakian, kita tidak akan menemukan shortcut atau jalan pintas, kita hanya menempuh jalur yang berbeda saat melaluinya. Saat mengalami kelelahan, boleh saja kita beristirahat, namun dalam batas wajar, hanya sampai lelah itu reda dan kita melanjutkan berjalan kembali. Beristirahat terlalu lama berpotensi untuk hipotermia. Di keadaan yang lain, jika kita terlalu menikmati keindahannya, kita akan kehilangan fokus pada tujuan awal kita yaitu Summit.


Pada kejadian kedua, seringkali kita menikmati "Comfort Zone" yang membuat fokus utama pudar dan berhenti pada tempat yang sama. Tentu saja karena kita merasa cukup nyaman akan tempat kita.


Dalam hal naik gunung, walaupun kita sudah menetapkan hati untuk Summit Attack, tidak serta merta kita dapat mewujudkannya. Beberapa pendaki akan melihat momentum yang tepat dengan melihat keadaan dan cuaca. Jika cuaca tidak memungkinkan, mereka akan menunggu momen yang tepat untuk melakukannya. Namun jika kondisi buruk itu memaksa untuk mundur, tak ada salahnya berada di tempat yang lebih rendah untuk dapat melompat lebih tinggi.


Begitu pula hidup, adakalanya kita menunggu momen yang tepat untuk melanjutkan perjalanan hidup. Membaca alam dapat dilakukan dengan mendengarkan suara hati. Dalam "Alchemist" Paulo Coelho, hal ini disebut bahasa buana. Saya lebih menyukai menyebutnya intuisi hati. Toh segala sesuatu yang dipaksakan tak akan berjalan dengan baik.


Saat mendaki gunung, melihat hamparan alam yang luas, menyipit saat menembus malam berkabut, berpegangan pada batang kayu saat menaiki atau menuruni tanjakan, memandang lautan awan, seringkali saya merasa kecil. Namun ketika membayangkan itu semua saat berada pada ketinggian membuat saya heran bagaimana saya melalui itu semua. Seperti saya yang hampir terpeleset saat melalui cekungan kecil di bawah sana. Review kecil-kecilan sebagai pelajaran.


Bagi saya, tiap perjalanan memiliki pelajaran yang bisa diambil untuk kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya itu, intuisi pribadi kita akan lebih peka dalam membaca bahasa-bahasa alam.


Malang, 2013


Kopi hitam masih setengah sambil menunggu teman untuk bersua.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 04 September 2013

Malin

Ialah anakku,
Putera yang kuangkat tinggi-tinggi dengan tanganku,
Mengarungi rerumputan diatas pundakku..
Menunjuk zenit yang kelak akan memisahkannya dariku..
Menatap punggungnya yang berujung pada nadir yang meninggalkanku..


Ia kembali padaku,
Membawa putri dan kapalnya yang tak pernah ada dalam kepalaku,
Meski sering terasa rabun mataku,
Namun tidak kali ini yakinku,


Ialah darah dagingku
Yang sudah bermusim-musim meninggalkanku..
Boleh jadi liarnya adalah nafasku
Seperti liat ototnya yang sekeras didikanku
Jika saja keangkuhannya tak menggurat jantung hatiku
Barangkali ia masih kubelai dari rambut sampai dagu
Seperti saat ini,
Meski ia telah menjadi batu..


Ah Malin, maafkan Ibumu yang telah mengutukmu menjadi batu


Sidoarjo, 2013


Dan ombak masih membelai pasir dengan hangatnya


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 19 Agustus 2013

Diam

Aku diam tak berarti mendendam


Barangkali saja rindu yang terpendam


Sidoarjo, 2013


Dan malam pun masih saja kelam


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 18 Agustus 2013

Lilin Pantai

Malam ini hujan masih turun diluar sana, sedangkan lilin pengharapan terakhirnya mulai redup. Cahaya paling terang yang ia lihat terakhir adalah ketika petir menyambar pohon kelapa di depan rumahnya. Rumah, mungkin lebih tepat gubuk. Karena jikalau rumah tentunya sudah terpasang listrik.

Di depannya tersisa duri-duri ikan tanpa secuil nasi. Nasi tidak tumbuh di laut, tapi ikan selalu ada. Meski ikan sedang sepi, tapi selalu ada. Sedangkan nasi hanya ada ketika ikan melimpah.

Sudah setahun ikan di laut sepi. Nelayan-nelayan besar sudah menjual sebagian kapal mereka. Hujan badai yang tak henti sepanjang tahun ini mengganaskan ombak. Tak ada yang berani menantang samudera. Jikalau ada yang pergi menantang, tentu itu suaminya dan sampan satu-satunya.


Yang telah ia tunggu 6 bulan sejak kepergiannya.


Sidoarjo, 2013


Ketika hidup itu menjadi suatu perjuangan tanpa henti, aku akan bersyukur atas hariku ini


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 31 Juli 2013

Rembulan di Awal Agustus

Hari pertama di bulan Agustus.

Hai, selamat datang bulan kemerdekaan.

Berbicara tentang kemerdekaan tentu erat hubungannya dengan kebebasan. Baik kebebasan berpendapat, kebebasan berpikir, kebebasan menulis seperti saat ini, atau mungkin kebebasan mengejar mimpi.

Semua orang memiliki mimpi, seperti halnya aku. Namun adakalanya mimpi-mimpi itu pupus ketika kita sampai pada tembok besar bertuliskan REALITA. Bisa jadi juga, kita terbuai oleh indahnya perjalanan yang membuat kita lupa akan mimpi kita. Namun yang pasti hanya mereka yang fokus dan percaya pada mimpi-mimpinya yang akan menggenggam buah dari mimpinya. Saya percaya itu.

Seringkali kita berlari ketika berada di trek yang lurus. Sedikit berjingkat atau melompat saat melewati penghalang. Sedikit memar atau lecet saat tersuruk dan terjatuh, asalkan itu tidak membunuhmu, ia akan menguatkanmu, begitulah kata mereka.

Hal itu membuatku berlari, fokus pada tiap batu dan anak tangga, selalu memikirkan apa yang selanjutnya dilakukan ketika satu langkah lagi telah tercapai. Ritme yang tajam dalam hidup, waktu yang terus diburu agar selalu menciptakan analisa yang lebih baik untuk hari esok. Semua demi mengejar mimpi.


Tiba-tiba semua menjadi lambat.


Atau aku yang berlari terlalu cepat.


Sampai aku tersadar,

Aku hanya menghitung seberapa jauh lagi aku harus berlari tanpa menyadari seberapa jauh jarak yang telah aku tempuh. Kecemasan atas ketidakpastian hari esok perlahan membungkam panca inderaku. Aku terdiam.


---------------------------------------------


Kebebasan bisa menjadi ikatan ketika mimpi itu telah tertambatkan, disaat aku hanya memandangnya dengan kacamata kuda yang kusematkan.


Sidoarjo, 2013


dan bukankah hari ini adalah hari esok yang kau cemaskan


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rindu

Seketika desau angin menyerbakkan harummu

Wangi yang selalu terpendam dalam sanubariku

Saat semua bintang menenggelamkanku

Aku tersadar masih menggenggam tanganmu

Memandang wajahmu

Mendengar denyut jantungmu

Bersama segala nuansa itu

Ah, barangkali ini rindu...


Sidoarjo, 2013


#Night Jule, glad to see you


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 05 Juli 2013

Korupsi

Korupsi bukanlah hal baru di negeri ini. Kata-kata ini merupakan serapan dari bahasa inggris yaitu “corruption”. Di Indonesia sendiri kata-kata ini mulai dikenalkan oleh para mahasiswa dan meluas sejak 1998 yang sekaligus menandai keruntuhan rezim Orde Baru. Sebuah revolusi lahirnya babak baru di negeri ini yang diberi judul “Era Reformasi”.


Saat itu masih kita ingat bahwa semua orang mulai mengumandangkan untuk menolak KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). LSM-LSM yang melawan pun tumbuh berjamur di seluruh kota-kota besar. Kita semua saat itu sepertinya serempak untuk melawan korupsi.


Ironi, semuanya terasa sangat utopis. Pada zaman Orde Baru yang “katanya” KKN mulai tumbuh dan akan kita berantas, sekarang malah tumbuh subur layaknya jamur di musim hujan. Saya masih ingat, saat dahulu seseorang melanggar dan mengajak “damai”, si pelaku dan aparat mesti mencari tempat yang tersembunyi dan memasukkan “suap”-nya ke dalam amplop terlebih dahulu untuk selanjutnya diserahkan. Namun saat ini, bukan barang asing untuk tawar-menawar terlebih dahulu.


Menurut Wikipedia sendiri, Korupsi dari bahasa latin “Corruptio” dari kata kerja “corrumpere” yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik dan menyogok. Arti kata korupsi sendiri adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepadanya untuk mendapatkan keuntungan sepihak.


Seiring berjalannya waktu, kita menemui bahwa korupsi ini sudah tidak hanya terjadi di lingkungan pemerintahan dan politisi. “Semangat” korupsi ini pun mulai tumbuh di instansi-instansi swasta pula. Lebih generalisasinya, diakui ataupun tidak, seperti halnya wabah yang menjangkiti sebuah negeri, rakyat adalah penderita yang paling banyak dan kronis.


Namun, dunia pun memiliki cara tersendiri dalam menanganinya. Segala sesuatu selalu diciptakan berpasangan satu sama lainnya sebagai sistem pertahanan dari bumi ini, seperti halnya lelaki-perempuan, kaya-miskin, baik-buruk, pintar-bodoh, mayor-minor dan sebagainya. Maka dari itu sebagai antisipasi dari wabah korupsi ini muncullah generasi-generasi pendobrak yang melawannya.


Perlawanan ini pun berlangsung diatas tanah dan juga dibawah tanah (baca: ter-ekspos dan tidak). Saat ini perlawanan terhadap korupsi terus bermunculan mulai dari politik, pendidiikan, seni, budaya, agama dan sektor-sektor lainnya. Salah satunya adalah sebuah film garapan anak-anak bangsa yang peduli terhadap bangsa ini yang berjudul “Kita Versus Korupsi”.


Film ini terdiri atas 4 segmen yang tidak terikat antara satu dan yang lainnya. Rumah Perkara,Aku Padamu, Selamat Siang Risa! dan Psssttt… Jangan Bilang Siapa-Siapa  adalah judul-judul yang mengisi Kita Versus Korupsi.


Saya suka kata-kata Laras yang diperankan Revalina S. Temat saat menimpali pertanyaan Vano yang diperankan Nicholas Saputra,”Kenapa hal kecil sepele gini dipermasalahin?” ”karena sesuatu yang besar berawal dari yang kecil-kecil seperti ini.” Simpel dan sangat sederhana, namun sering kita lupa dalam aplikasinya sehari-hari.


Pada  segmen Selamat Siang Risa!, saya dikagetkan saat muncul Medina Kamil. Kalau sebagai host acara petualangan memang sudah sering, tapi kalau film lepas, sepertinya baru ini (Kalau ada lagi boleh dong diberitahu, ngefans banget). Saya suka saat ia memandangi polisi yang menerima suap dengan sebalnya. Selain itu saya juga suka dengan peran Arwoko (Tora Sudiro) saat menolak tawaran Koh Abeng dengan tegas.


Dua judul yang lain pun tidak kalah menarik, seperti pergolakan batin Lurah Yatna (Teuku Rifnu Wikana) pada Rumah Perkara ataupun korupsi yang sudah menjamur ke seluruh segmen  sampai kalangan pelajar pada Psssttt… Jangan Bilang Siapa-Siapa. Semuanya dikemas apik layaknya keseharian masyarakat kita.


Link "Kita Versus Korupsi" :


http://youtu.be/tIXomjOooTw


Selamat Menonton.


Dunia ini adalah milik anak-anak muda yang percaya pada mimpi-mimpinya, dan salah satu mimpi itu adalah membangun bangsa ini menjadi maju dan bebas korupsi.


Si Vis Pacem Parabellum


Sidoarjo, 2013


*Dan terus bangunlah putra-putri ibu pertiwi


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 04 Juli 2013

Dear June..

Hai Jun, sebenarnya banyak yang ingin aku bahas denganmu. Tentang tanaman-tanaman yang semakin meninggi dan tumbuh subur, masakan-masakan yang sudah tanpa sisa sekalipun hanya kerak yang menepel pada perigi, petualangan di tanah tak berpenghuni yang saat ini mulai tercemar dan karang-karangnya telah mati, buku-buku yang telah tersampul rapi dan menunggu untuk dibaca, tentang bermacam-macam kopi yang bervariasi mulai dari berasa kental, pahit, jagung dan kacang hijau, tentang tradisi sirkumisi yang sudah turun-temurun ditanah ini, tentang telaga di kaki Lawu yang airnya melimpah ruah, tentang dialektika bahan bakar dan perut yang masih ramai di negeri ini, tentang festival yang membahas bunga-bunga dan semesta raya, serta yang paling utama adalah hujan-mu yang dahulu hanyalah sebuah metafor dari seniman tua.


Terima kasih atas segala kebaikan yang kau berikan pada bulan ini. Kau telah menepati janjimu agar tidak bertingkah buruk, seperti yang telah aku tuturkan padamu sebelumnya. Namun seperti halnya hidup, masih banyak jalan yang harus dilalui, jurang dan sungai yang harus diseberangi , serta laut yang harus diselami. Selama hayat masih dikandung badan, masih ada kaki untuk melangkah, tangan untuk menggapai, dua mata yang awas, telinga yang selalu peka, serta hati yang tak pernah padam, semua mimpi-mimpi yang menunggu untuk diwujudkan itu tak akan pernah kecewa atas penantiannya.


Karena hidup adalah suatu proses pembelajaran tanpa henti.


Sidoarjo, 2013


*Dan langit pun tetap memeluk dengan gaun malamnya.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 31 Mei 2013

Hey June

Hey June, don't make it bad

Take a sad song and make it better

Remember to let her into your heart

Then you can start to make it better


Hey June, don't be afraid

You were made to go out and get her

The minute you let her under your skin

Then you begin to make it better


And anytime you feel the pain, hey June, refrain

Don't carry the world upon your shoulders

For well you know that it's a fool who plays it cool

By making his world a little colder

Nah nah nah nah nah nah nah nah nah


Hey June, don't let me down

You have found her, now go and get her

Remember to let her into your heart

Then you can start to make it better


So let it out and let it in, hey June, begin

You're waiting for someone to perform with

And don't you know that it's just you, hey June, you'll do

The movement you need is on your shoulder


Nah nah nah nah nah nah nah nah nah yeah


Hey June, don't make it bad

Take a sad song and make it better

Remember to let her under your skin

Then you'll begin to make it

Better better better better better better,


ohhhhhhhhhhhhhhhhhhhh


Sidoarjo, 2013


Arrange from The Beatles - Hey Jude


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 26 Mei 2013

RĂªve de Lune #1

Pernah pada suatu kecil saya memimpikan untuk menjadi seorang juru masak. Keinginan itu adalah satu dari deretan antrian keinginan yang masuk daftar tunggu untuk direlisasikan satu persatu, walapun terkadang ada kalanya kesempatan itu datang ketika sedang berkemah dengan teman-teman. Namun bukan dalam wujud itu yang saya inginkan, Karena saat berkemah, tentu saja seluruh bahan dan peralatan tidak tersedia dengan baik dan seringkali tidak sesuai dan seringkali bahan yang dibawa hanya seputar mi instan, telur dan tempe.


Seperti halnya daftar tunggu yang mengharuskan untuk direalisasikan, dalam dua bulan ini keinginan yang satu ini telah terwujud. Semenjak tinggal di rumah sendiri, saya berketetapan untuk memasak semua makanan yang akan saya makan. Akhirnya, saat semua ini tiba maka saya pun mengisi ruah ini dengan peralatan masak utama, yaitu kompor. Untuk alat memasak awalnya saya hanya memiliki sebuah panic. Panci itu adalah panci yang biasa saya bawa saat berkemah. Namun untung saja saat memasuki rumah baru, para saudara menyumbang peralatan-peralatan memasak seperti wajan, frying pan, steamer, panci sup, spatula, sendok sup, telenan, cobek dan lain-lain. Hal ini tentu saja membuat saya lebih bersemangat.


Untuk dapat memulai karir memasak saya, tentu saja saya harus memiliki bahan untuk dimasak, maka dari itu saya harus berbelanja ke pasar. Saya ingat saat pertama kali berbelanja ke pasar, bahan pertama yang saya beli adalah ikan lele. Saya memasak ikan lele itu menjadi kari lele. Terdengar aneh bukan, namun bukan saya jika tidak menginginkan sesuatu yang berbeda dalam hidup. Hasilnya, tidak buruk kok, enak, malah salah seorang teman memuji masakan perdana saya itu.


Dalam perjalanannya sampai hari ini saya masih memasak untuk saya sendiri. Kegiatan ini tentu saja saya sisip-sisipkan diantara waktu bekerja. Membebani atau repot, itu tergantung dari mindset kita saat melakukannya. Saya menganggapnya sebagai hobi dalam hal ini. Saya menikmati setiap langkah dalam memasak, karena hal ini berkaitan dengan feel. Mencoba merasakan tiap masakan yang akan jadi berasa kurang manis, asin, asam atau gurih adalah suatu perasaan yang memicu adrenalin. Adrenalin, tentu saja , karena pada saat kita bergelut dengan panasnya kuah yang dirasakan, kita juga harus berpikir untuk mengambil keputusan dengan cepat dan tepat apa saja yang perlu ditambahkan sehingga masakan itu dapat dinikmati, bukan dibuang. Dalam hal terakhir, saya orang yang paling tidak suka untuk membuang makanan, melihatnya saja saya sebal. Makanan adalah karunia dari Tuhan kepada makhluk-Nya dan membuangnya adalah salah satu bentuk tidak bersyukurnya kita kepada karunia-Nya.


Hari ini saya memasak ayam goreng penyet sambal terasi beserta tempe dan tahu bacem.


Bon Appetit!!!!


Sidoarjo, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 30 April 2013

Luna's O(pi)nion #3

Akhir-akhir ini dunia pendidikan Indonesia bergejolak bergelora. Bergelora akan sistem-sistem yang terus dikembangkan untuk mengatasi kecurangan para siswa ataupun untuk menaikkan standar kelulusan para siswa. Tujuan yang baik sebenarnya.


Namun tujuan yang baik, belum tentu menghasilkan hasil yang baik jika menggunakan cara yang tidak benar. Disini saya tidak mengkritisi para siswa yang menghalalkan semua cara yang telah disebutkan media akhir-akhir ini. Namun secara sistem pendidikan kita yang tidak benar dalam aplikasi dan langkah-langkahnya.


Pendidikan sudah diterapkan dengan berbagai bentuk kurikulum dan metode. Mulai dari cara belajar siswa aktif ataupun berbasis kompetensi. Cara manapun, saya rasa tidak akan efektif jika pendidikan itu tidak dipahami dengan baik. Maksud saya disini, pernahkah anda bertanya apa itu arti pendidikan, apakah yang dimaksud dengan belajar, apa yang kita harapkan dari pendidikan, apa yang kita kejar saat belajar.


DASAR...


Selama ini kita banyak meremehkan dan cenderung melupakan dasar-dasar dari suatu ilmu sehingga yang kita dapatkan saat "sekolah" lebih banyak fotografis atau hafalan ketimbang memahami dan mampu mengaplikasikan. Padahal, jika dasar telah kuat, sebagaimanapun isu datang berhembus, masih dapat dipilah kebenarannya. Selain itu, dengan dasar yang kuat, kita dapat melakukan aplikasi ke berbagai cabang ilmu yang lain ataupun aplikasi ke kehidupan.


Hal ini belum lagi peran lingkungan yang hanya memusatkan pendidikan hanya dari sekolah ataupun lembaga kursus dalam mendidik generasi muda. Memang tidak mudah, namun saya kira itu memang tanggung jawab dari lingkungan keluarga juga. Seperti halnya pendidikan dini yang dimulai dari keluarga.


Jika memang kesulitan materi, toh sudah banyak mesin pencari data global di dunia maya. Jadi, jika ada kemauan, pasti juga akan ada jalan.


"There's a will, there's a way"


Seperti halnya penyelidikan, begitu pula pendidikan. Dalam perjalanannya, pendidikan akan banyak menemui fakta-fakta palsu atau tidak benar, yang akan menjadi pertanyaan hidup yang tidak akan pernah kita ketahui pasti jawaban absolutnya. Namun pendidikan seperti itulah yang meluaskan wawasan, sehingga tidak terjebak pada satu jawaban tunggal. Hal ini juga membuat peserta didik lebih kritis dalam menerima info dari luar. Memang tidak mudah, tapi sejak kapan hidup itu mudah. Dengan begitu, intuisi akan terasah dan keyakinan semakin teguh. Pengalamanlah yang akan mengasahnya.


Buruknya pendidikan juga dapat dilihat dari lingkungan alam kita yang dari tahun ke tahun mengalami kemerosotan. Selama sungai-sungai masih penuh sampah, bau dan tersumbat, selama itu pulalah pendidikan masih tersendat.


Jika saja setiap orang peduli pada lingkungan dan generasi berikutnya, saya kira kita akan lebih mencintai negara ini pula.


Wassalam,


Sidoarjo, 2013


*catatan di penghujung April


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 27 Maret 2013

Senja

Hujan masih turun dengan derasnya diluar sana. Sudah sejak setengah jam yang lalu. Hujan di bulan maret bukanlah suatu yang spesial. Ada huruf R pada nama bulan ini yang berarti "Rain". Begitulah katamu dahulu setelah menghisap dalam-dalam rokokmu dan menutupnya dengan menyeruput habis kopi pada lepek mungilmu.


Terjebak di warung kopi dengan hujan deras ini membuatku teringat tentangmu. Tentang caramu yang tenang dan dalam bercerita tentang Jatayu yang hendak menyelamatkan Shinta dari tangan Rahwana, tentang perjalanan Pati Unus yang hendak melawan Portugis dan mati karena terkena cetbangnya sendiri, tentang terbunuhnya AWS Mallaby di Surabaya, tentang sejarah yang kini berseliweran mengaduk-aduk kopiku.


"Kebenaran tidak datang dari langit, ia harus diperjuangkan," ujarmu ketika petugas datang dan menyapu taman baca kita.


Kaulah itu Senja, wanita dengan segala kepiawaian dan wawasan yang mencakup seluruh semesta. Wanita dengan segala keemasan langit dari zenit sampai nadir yang serupa namamu.


"Kita terlahir dalam kesendirian, diasuh, bermain, tumbuh, maka jika ingin terjun atau terbang, jangan ragu untuk melakukannya seorang diri, biar orang lain yang mengikuti jejak kita, karena toh esok kita juga mati dan dikubur seorang diri." Kata-katamu itulah yang membuatku bertahan dalam keputusan ini. Langkah untuk meninggalkan segala kenyamanan ini. Kenyamanan yang membuat lupa diri. Kenyamanan yang mengungkung diri. Kenyamanan yang membuat kita kerdil dan membodohi. Tak dapat melakukan apapun, namun dengan sombongnya ingin memeluk dunia.


Dunia masih melesat tak kurang dari 107.000 km/jam. Namun kau telah jauh meninggalkanku dan terbang di duniamu sendiri. Dunia yang lain dengan berbagai macam teori yang dikenal secara umum oleh manusia. Seperti saat kau menyelesaikan yoga dengan tenang di bengkel las kami yang berisik dan bau. Atau saat kau menceritakan tentang manusia burung bersayap yang ada pada relief-relief bangunan dan kepercayaan di seluruh permukaan bumi, seperti Harpies di Eropa, Jatayu dan Garuda di India dan Indonesia, Alkonost, Gamayun dan Sirin dari Rusia, Anzu, Siris dari Mesopotamia, Ekek di Filipina,  Horus and Thoth dari Mesir, Huitzilopochtli di Aztec, Karura dan Tengu di Jepang, Nike , Boreas dan Eros dari Yunani, Tangata manu di Pulau Paskah. Kau mengatakan bahwa semua itu pernah ada, namun sebagian diburu karena memang tidak dikehendaki.


Semua itu kau katakan seolah kaulah sang empunya dunia. Pernah aku berpikir darimana kau dapat semua itu, atau jangan-jangan hanya bualanmu semata. Bualan seperti kegemparan yang tak pernah selesai di negeri ini. Baru kutahu ketika aku mencari tentang kebenarannya. Kau pun tak pernah mendebat penyangkalmu.


Sering aku berpikir,kemanakah semua itu bermuara ketika kodratmu telah mengantarmu menjadi ibu dari anak-anakmu. Sampai saat ini pun, kau masih serupa misteri hidup, tak ada batas yang mengikatmu. Jika masih ada suatu kesempatan, pasti akan aku sambung lagi kekagumanku ini padamu. Perempuan setenang malam dan seluas semesta. Senja Kirana.


Sidoarjo, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 23 Maret 2013

R(acun)utinitas

Rutinitas adalah racun. Datang tanpa engkau sadari. Silence disease paling berbahaya dari jenisnya. Setelah kau menyadari semua telah terlambat.


Sudah kubilang rutinitas adalah racun. Kau akan lengah dibuatnya, dalam zona nyamanmu. Segala yang kau kerjakan berulang-ulang akan menumpulkan keawasanmu, menyudutkan mata dan pikiranmu, mengerdilkan wawasanmu. Dunia pun ikut menyempit seluas keseharianmu.


Apa perlu kubilang lagi bahwa rutinitas itu racun. Kau akan sulit untuk menerima perbedaan, karena keseragaman adalah keseharianmu. Kau nikmati semua itu dengan mengorbankan masa mudamu. Bahkan, idealismu pun mati sebelum ia berbunga. Rutinitas akan menghanyutkanmu dalam pusarannya tanpa mengijinkanmu untuk menguap dan terbang bersama sang bayu. Rutinitas pula yang akan membunuhmu di usia muda. Mereka bilang mati di usia muda bukanlah buruk, mengingat hidup akan lebih banyak untuk bersabar dan berusaha dibandingkan dengan berbuat dalam kesukaan. Namun akan lebih buruk jika rutinitas itulah yang membunuhmu di usia 27 dan menunggu untuk dikuburkan pada usia 72.


Jika memang rutinitas adalah racun hidup, maka bunuhlah ia sebelum ia membunuhmu. Keluar dari zona nyaman dan melihat dunia bukanlah hal yang buruk. Mencari teman-teman yang baru dengan beragam warna hidup juga akan mewarnai harimu. Mencoba hal-hal yang baru juga akan menambah wawasanmu. Keluarlah dari pusaran itu, menguaplah dan terbang bersama sang bayu. Berkondensasilah di belahan dunia lain sehingga dapat kau rasakan salinitas di sungai seberang, dinginnya awan yang menudungi gunung, serta berlari secepat kilat dengan pompaan jantung yang mendorong laju aliranmu.


Barangkali rutinitas adalah sebuah racun, ia akan bernasib sama dengan bungkus-bungkus rokok ditempatku.


Tulung Agung, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 13 Maret 2013

Angkuh

Angkuh,

Itulah ucapan mereka saat melihatmu melenggak-lenggokkan tubuhmu diatas panggung

Panggung hiburan yang bernama semesta yang maha dahsyat luasnya ini

Berjuta hingga bermiliar mata menatap tiap ujung lekukkmu



Kau berjalan dengan angkuhnya layaknya sang pemilik semesta

Kau berjalan dengan caramu yang misterius

Sebenarnya tidak ada hal yang mewah dalam caramu berjalan

Mungkin ketidakpedulian dan egomu yang sombong itulah yang membuat mereka iri



Keangkuhanmu yang terbungkus oleh jeans belelmu

Keangkuhan yang menusuk tulang-tulang meminjam dingin malam

Keangkuhan yang meniadakan mereka semua

Keangkuhan atas sikapmu yang bebas dan tidak terikat dengan bumi



Keangkuhan yang membuatku jatuh cinta kepadamu





Jember, 2013

Kamis, 21 Februari 2013

Kemana



Kemana,

Jika itu yang kau tanyakan padaku, aku tak tahu.


Bagaimana aku bisa tahu tentang keberadaanku dalam suatu masa ke depan, jika saat ini saja pikiranku dipenuhi kepergianmu. Masih sama, seperti sejam yang lalu, semalam tadi, sehari kemarin, bahkan hanya bergeser semenit sejak kau letakkan gagang telefonmu seminggu yang lalu.


Kemana,

Jika aku yang ganti bertanya, tentu kau akan menjadi merangkai kata yang sengaja kau buat di detik berikutnya hanya agar aku tak menyusul langkahmu.


Hingga akhirnya kita lelah oleh waktu yang mengikis semua rindu itu.


"if they could be"


Sidoarjo, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Selasa, 19 Februari 2013

Air

Setiap air akan berakhir di lautan. Tak peduli ia berasal dari mata air, limbah pembuangan, berkondensasi dengan udara, menyatu dengan raga hayati ataupun diam dalam perut bumi. Semua hanyalah waktu. Waktu yang akan menemukan semua itu pada delta-delta untuk bersama-sama ke muara.


Perjalanan jauh atau singkat tak akan merubah destinasinya. Mungkin kau akan mengalami semua wujudmu, menguap bersama mentari, menukik bersama hujan, teraduk dalam kawanan limbah, bermeditasi dalam perut bumi, mengalir bersama darah, berdiam kokoh dalam balok es antartika. Atau bisa saja kau hanya mengalir dari mata airmu dan hanyut begitu saja ke laut, diam dalam dasarnya tanpa mendapat kesempatan untuk menguap kembali bersama sinar surya.


Karena bisa saja takdir yang menggiringmu, atau kau melawan menentukan arahmu.


Karena hidup akan terus berjalan dengan ataupun tanpa usaha-usahamu.


Sidoarjo, 2013


*catatan seusai mandi di bilik 2,25 meter persegi


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 04 Februari 2013

Luna's O(pi)nion #2

"Setiap orang pasti melakukan hal yang terbaik untuk dirinya."


Kata-kata dari seorang teman. Namun hal ini membuat saya berpikir, karena arti dari terbaik sepertinya tidak sesederhana penulisannya.


Terbaik bisa jadi, melakukan sesuatu yang dapat kita lakukan, sesuai dengan kemampuan kita. Jika itu diluar kemampuan kita, maka kita akan ragu atau enggan untuk melakukannya.


Terbaik bisa jadi juga melakukan sesuatu melebihi kemampuan kita untuk meningkatkan kapasitas kita. Karena sejalan dengan pekerjaan yang kita lakukan, kita akan banyak-banyak belajar untuk mewujudkannya. Dengan meningkatnya kapasitas dan kemampuan kita, hal ini akan membuat kita semakin menghargai diri kita. Membuat kita menjadi lebih baik dari sebelumnya.


Jadi yang manapun pilihan anda, anda berhak menentukan yang terbaik bagi anda.


"Opto ergo sum"


Malang, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 28 Januari 2013

Luna's O(pi)nion #1

Sejak kecil, saya suka menonton film-film kartun dan film anak-anak sejenisnya. Pada saat itu film-film yang diputar dan disukai antara lain Doraemon, Power Ranger (paling banyak macamnya), Gaban, Ksatria Baja Hitam, Dragon Ball, Jiraya dan sebagainya. Pada film-film itu disuguhkan kecanggihan teknologi yang belum ada pada saat itu.


Film-film diatas mengajak para penontonnya yang segmennya adalah anak-anak untuk berani bermimpi pada sesuatu yang belum ada di lingkungannya, bahkan di negara asalnya.


Dewasa ini, saya mulai menyadari bahwa stimulan-stimulan seperti itu sebenarnya sangat baik. Terlebih ketika si anak memiliki obsesi tentang tokoh favoritnya tersebut, terpatri dalam bawah sadarnya untuk diwujudkan di kemudian hari yang dalam psikologi kita kenal sebagai Law of Attraction.


Seiring berjalannya waktu, banyak sekali dari mereka yang satu persatu menyerah oleh faktor-faktor lingkungannya yang menunjukkan dinding tebal yang bernama realita, rasional, tidak masuk akal, impossible. Padahal jika kita mau menyadarinya, banyak hal di masa modern ini yang merupakan impossible di saat itu. Kecanggihan teknologi yang impossible saat ini, tentu saja tidak lepas dari anak-anak tersebut yang masih percaya pada mimpi-mimpi mereka yang mereka yakini dalam alam sadar dan bawah sadar mereka.


Seperti halnya mimpi-mimpi mereka yang telah terwujud, tidak ada salahnya kita berusaha mengingat mimpi-mimpi kita di masa kecil untuk diwujudkan pada masa sekarang. Selaras dengan belajar, mimpi tidak pernah mengenal batas umur. Karena kita akan belajar untuk berusaha mewujudkan mimpi-mimpi itu.


Maka, tetap bermimpilah sambil berusaha mewujudkannya. Saya percaya ketika kita meyakininya, maka seluruh alam semesta raya pun akan ikut bahu membahu untuk mewujudkannya.


Sidoarjo, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 24 Januari 2013

Just in Mind #1

Seringkali kita memikirkan tentang satu tahun ke depan, dua tahun ke depan atau lima tahun ke depan hidup kita.


Selama masa itu pula kita menempatkan pos-pos target hidup kita di sela-sela periode tersebut. Semacam kerangka hidup agar hidup ini lebih tertata dan fokus pada target terdekat. Berusaha untuk mencapai satu persatu mimpi selangkah demi selangkah atau step by step.


Pada beberapa target, ada yang berjalan sesuai kerangka rencana. Ada pula sebagian target yang tidak berjalan sesuai perencanaan. Tentu saja semesta tidak akan memberikan semua itu dengan mudahnya. Terkadang kita menempuh jalur lain untuk mendapatkannya.


Layaknya jalan memutar tentu saja tidak semulus jalan yang telah kita rencanakan. Hal semacam ini kita menyebutnya fleksibilitas. Jalan yang berbeda akan membawa kita pada proses yang berbeda. Sebenarnya inilah yang akan memperkaya wawasan dan pengalaman kita.


Jadi, jangan pernah menganggap kita harus membayar lebih pada suatu target itu. Namun, percayalah justru kita akan mendapatkan lebih dari yang telah kita rencanakan.


-Fin-


Sidoarjo, 2013

Rabu, 23 Januari 2013

Kedamaian

Ketika segala penat menguap. Ketika tak ada beban yang menggantung. Ketika segala indera dimanjakan oleh lingkungan sekitar. Ketika raga bersinkronasi dengan alam. Ketika sudah tidak ada yang mampu menggantikan ini semua. Ketika pemeran utama semesta dilimpahkan secara tiba-tiba. Ketika tidak penting lagi antara esok, lusa, atau detik berikutnya, dan kita hanya merelakan untuk hanyut di dalamnya. Ketika sudah tidak ada lagi ketika.


Aku telah berpetualang ke gunung, danau, dasar lautan, dasar kolam, di balik lembah, di bawah karang, di tengah taman, di atas gedung dan di berbagai tempat untuk mencarinya. Tidak pada semuanya aku mendapatinya. Tidak semua keadaan berkumpul di satu tempat. Tidak semua berjalan dengan mudah, apalagi murah.


Namun, hari ini aku menemukannya dalam balutan siang hari dalam kamar 3x5 meter setelah mandi usai mencuci dan bersih-bersih. Kiriman Tuhan di siang bolong.


Sidoarjo, 2013


*Hingga dibuyarkan oleh teguran Bapak Kos


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 14 Januari 2013

Hujan Turun #2

Hujan turun,

Mereka bilang Tuhan sedang membuka berkahnya

Tahun ini akan ada rizki yang berlimpah

Ya, malam tahun baru ini hujan turun begitu derasnya

Tupai-tupai berlindung di balik daun kelapa


Lalu,

Mengapa pagi ini perahu-perahu terhempas di pantai

Dermaga kayu sudah tidak ada disana

Yang hanya kuingat,

Gemuruh terdengar di sudut mimpiku semalam.


Sidoarjo, 2013


*untuk mereka yang kurang beruntung di awal 2013 ini.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Hujan Turun #1

Hujan turun,

Mereka bilang Tuhan sedang membuka berkahnya

Tahun ini akan ada rizki yang berlimpah

Ya, malam tahun baru hujan turun begitu derasnya

Katak-katak bernyanyi suka ikut menyambut datangnya


Lalu,

Mengapa pagi ini lebih banyak orang dikampung ini

Mereka datang membagikan berdus-dus makanan

Yang hanya kuingat,

Gemuruh terdengar di sudut mimpiku semalam.


Sidoarjo, 2013


*untuk mereka yang kurang beruntung di awal 2013 ini.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 11 Januari 2013

Tentang Obat

Ada kalanya kau terlena hingga kau terjatuh,

Dan kau akan memakan pil yang pahit untuk meredakannya..


Hancurkan dengan gerigimu dan ingat baik-baik rasa pahit itu,

Agar kau tidak terlena dan memakan untuk yang kedua kalinya..


Sidoarjo, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 05 Januari 2013

New Year Happy Camp 2013

Malam tanggal 29 Desember 2012 aku berangkat ke Terminal Bungurasih, Surabaya. Benar saja, ternyata disana sudah ramai sekali. Diantara banyaknya line penumpang dengan berbagai jalur tujuan hanya beberapa saja yang terisi oleh bus yang siap mengantarkan penumpang. Aku berjalan menuju arah line Patas jurusan Jember. Ternyata sampai disana bus tidak ada di line. Sambil menunggu aku putuskan untuk berjalan ke arah line bus ekonomi. Ternyata hasilnya juga idem. Alhasil terlantarlah saya bersama ribuan penumpang lain di tempat itu. Saya  berjalan ke deretan bus yang parkir di belakang line dan benar saja disana ada satu bus patas jurusan jember yang menunggu sambil menaikkan penumpang. Aku pun segera berlari menghampiri pintu depan. Namun sampai di depan pintu ada seorang petugas yang melarang naik karena bus sudah penuh. Benar saja, tidak lama kemudian bus meninggalkan tempatnya tanpa masuk ke line penumpang.


Sambil menunggu bus lain aku memandang ke sekeliling. Ternyata memang jumlah penumpang yang bernasib sama ada ribuan jumlahnya. Calon penumpang paling banyak adalah yang akan menuju Jogja-Solo. Setiap ada bus dengan tujuan kota tersebut berjalan ke arah line selalu diikuti oleh puluhan sampai ratusan orang yang beriringan di samping pintu sampai ke belakang bus tanpa memperdulikan keselamatan mereka. Mereka yang sudah naik pun sudah tidak memperhitungkan kenyamanannya juga karena yang penting mereka telah terangkut. Di dalam bus dapat dilihat orang-orang yang berdiri berdesakan mulai dari pintu depan sampai pintu belakang. Hal ini tentu saja melebihi kapasitas muatan bus tersebut.


Lama menunggu tak ada hasil, aku putuskan untuk berjalan-jalan di parkiran bus sambil menikmati udara dingin yang terhisap bersama asap rokokku. Di ujung parkiran aku melihat bus AC tarif ekonomi jurusan Jember yang sedang parkir dan sudah terisi separuh. Aku pun segera naik dan meletakkan barang-barangku di bawah tempat duduk. Akhirnya selesai sudah masalah menunggu dengan bus ini. Di bis ini aku menemukan satu keunikan tersendiri,  karena kondektur yang menarik karcis ternyata adalah seorang wanita separuh baya. Rupanya Kartini telah menyentuh tempat ini.


Sudah kuduga, saat bus berjalan, bus tidak masuk ke line penumpang melainkan langsung menuju pintu keluar. Perjalanan ke Jember berlangsung lancar tanpa hambatan berarti.


Pukul 3, bus telah sampai di terminal Tawangalun Jember. Begitu turun dari bus aku langsung disambut beberapa tukang ojek yang menawarkan jasanya untuk mengantarkan ke alamat tujuan dan aku menolaknya karena aku akan dijemput oleh gadisku.


Kami berencana berangkat pukul 4 bersama 8 teman-teman lain menuju Ranu Pani di meeting point terminal ini. Di Tawangalun aku sudah punya warung langganan yang menyediakan makanan ringan dan minuman hangat yang aku sebut Warung Si Emak. Setelah memesan kopi dan mengambil jajanan aku menghubungi gadisku agar ia segera datang. Setelah ia datang, minuman aku tambah lagi dan kami berdua menunggu teman-teman yang lain.


Walau agak terlambat, kami semua berkumpul dan akan berangkat bersama ke Ranu Pani lewat jalur Senduro. Inilah untuk pertama kalinya aku akan melewati jalur ini karena biasanya aku selalu lewat jalur Ngadas, Tumpang.


Perjalanan kami lewati mulai Tawangalun - Rambipuji - Bangsalsari - Tanggul - Lumajang. Sampai pertigaan "Anggur Orang Tua" kami belok kiri ke arah pemandian Selokambang. Setelah sampai daerah Senduro kami mampir di Pasar Senduro untuk belanja melengkapi bekal dan bawaan yang kurang sambil mengambil peralatan kemah yang akan kita sewa.


Setelah semua perlengkapan siap kami menuju jalur Desa Burno yang merupakan desa terakhir sebelum memasuki hutan TNBTS ( Taman Nasional Bromo Tengger Semeru). Di Desa Burno sendiri udara sudah mulai terasa sejuk. Memasuki hutan, sepeda motor kami mulai melenggak-lenggok naik menyusuri jalan. Sampai pertengahan jalan, salah satu ban sepeda motor teman kami ternyata ada yang bocor, di tengah H U T A N... . .  .  .  .


Jalanan sempit membuat kami parkir di pinggir jalan agar kendaraan lain dapat lewat tanpa terganggu. Akhirnya diputuskan bahwa salah seorang yaitu si "Laler" akan turun ke bawah untuk membonceng tukang tambal ban ke atas sini. Benar-benar ide yang CEMERLANG.


tik..tok..tikk...tokkkk......


Berlama-lama kemudian......


tik...tokk...tik....tokkkkk....



Setelah yang ditunggu tidak datang juga, akhirnya aku memutuskan untuk turun menjemputnya bersama salah satu teman. Setelah turun sejauh 3 km dengan jalanan Senduro yang hancur kami berpapasan dengan Laler yang berboncengan dengan seorang wanita yang ternyata tukang tambal bersama peralatannya dan anak laki-lakinya. Sekali lagi, Kartini telah menyapaku kembali.


Sampai diatas setelah peralatan diturunkan ternyata ada seorang laki-laki yang membantu memperbaiki ban sepeda teman kami. Selama ban diperbaiki kami mengobrol tentang jalan yang akan kami tempuh.


Tak berapa lama lewatlah sebuah truk pasir yang ternyata kenalan laki-laki tersebut. Saat itu kami putuskan bahwa seluruh peserta wanita beserta seluruh tas dan seorang teman laki-laki yaitu Kecrot akan ikut truk pasir.

Mereka berangkat terlebih dahulu.


Setelah urusan ban bocor selesai, Laler mengantar kembali Kartini Tambal Ban ke rumahnya. Kami menunggu Laler sambil diguyur hujan khas hutan hujan tropis yang aliran air di jalanannya membawa kawanan lintah. Dua diantaranya berhasil menempel di kaki teman kami si "Tole" dan berhasil pula minum sampai gemuk tanpa diketahui. Setelah Laler datang, kami kembali melanjutkan perjalanan menyusuri hutan.


Jalanan sejauh 20km dengan kondisi rusak, banjir dan menanjak kami lahap  dengan dua kali berhenti untuk mengistirahatkan mesin kendaraan. Saat beristirahat di jalan, kami mensyukuri kejadian ban bocor tadi. Karena jika tetap berboncengan, tentunya kendaraan kami tidak akan bisa berjalan naik menanjak dengan membawa 2 orang per sepeda ditambah barang bawaan yang berat seperti Carrier. Memang selalu ada hikmah dan kemudahan dibalik suatu musibah.


Kami sampai di Ranu Pani dan langsung berkumpul dengan teman-teman yang naik truk.


Tidak lama kami langsung mendaftarkan tim ke Pos Ranu Pani dan memarkir kendaraan. Karena sudah banyak waktu yang terbuang di bawah tadi, kami langsung saja mengunjungi Warung Rawon Pani yang terkenal diantara para pendaki untuk makan nasi yang tidak akan kami rasakan untuk 2 hari ke depan.


Setelah semua perut terisi, Aku, Erviana, Ichsan, Icha, Leped, Tunink, Kecrot, Laler, Tole dan Telik bersiap untuk berdoa memohon keselamatan bersama yang dipimpin Kecrot agar sampai di tujuan dengan selamat. Amien.


Setelah berdoa, kami pun berjalan menuju jalur pendakian Semeru. Kami menuju gapura pendakian diantarkan oleh hujan yang mulai turun.


Sampai di gapura jalur pendakian, aku membungkuk untuk mengambil tanah yang mulai basah layaknya pemain bola yang akan masuk ke lapangan. Aku berdoa sekali lagi untuk keselamatan kami.


Baru 100 meter kami berjalan, ada jalur pendakian yang membawa kami ke atas. Jalur pendakian sudah dipaving dengan baik.


Jalanan yang cukup menanjak, membuat para wanita mengajak beristirahat karena kelelahan. Kami terus berjalan, aku bersama dengan Erviana, Ichsan dan Icha. Leped bersama dengan Tole dan Telik . Tunink sudah di depan bersama pembawa carrier, Kecrot dan Laler. Seringnya istirahat membuat aku, Ervi, Ichan, Icha, Tole, Leped dan Telik menjadi rombongan terakhir yang sampai di Pos 1.

Setelah beristirahat kami melanjutkan perjalanan bersama-sama kembali. Selama perjalanan ke Pos 2 tim kembali pecah menjadi 2 bagian seperti awal.Saat kami sampai di Pos 2 para pembawa carrier sudah tidak terlihat karena mereka telah berjalan lebih dahulu. Sampai Pos 2 hari sudah petang. Hal ini tentu saja membuat kita memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan.


Baru berjalan 200 meter, kami mulai menyalakan lampu senter. Bersama para pendaki lain yang jauh lebih berpengalaman dan berperalatan lengkap kami berjalan menyusuri gelap, membelah perdu, melompati balok-balok kayu yang melintang, menanjaki tanah basah, menggelincir di teturunan dan menyibak tiap sudut jalan dengan sorot lampu senter serta doa yang selalu terucap untuk terus membimbing kami sampai tujuan. Selama berjalan hawa dingin tidak terasa sama sekali di badan. Namun ketika kami beristirahat dan tubuh mulai rileks, udara dingin langsung menusuki kulit berusaha menembusi tulang.


Setelah bersusah payah dan beristirahat berulang-ulang, kami sampai di Pos 3 yang sudah rubuh. Ternyata para pembawa carrier sudah menunggu 3 jam disana. Tentu saja mereka kedinginan. Badan yang tidak bergerak tidak menimbulkan kalor. Hal ini membuat dinginnya malam segera mengeroyok mereka lebih ganas dari nyamuk-nyamuk yang kelaparan. Sambil menunggu kami beristirahat mereka menyiapkan kembali untuk perjalanan selanjutnya. Disini Icha sempat mengalami kelelahan. Namun setelah diberi support secara moral dan makanan kami kembali berjalan bersama kembali.


Jalanan setelah pos 3 adalah tanjakan yang licin. Disini Leped sampai harus merangkak untuk dapat melewatinya. Karena perjalanan berlangsung lambat, akhirnya aku, Ervi, Tole dan Leped tertinggal berjalan paling akhir. Kondisi Leped yang sudah sangat kelelahan membuat kami sangat sering berhenti. Namun itulah gunannya teman bukan. Walaupun ada yang kelelahan, tetapi kita tetap mensupport agar bisa bersama-sama sampai tujuan. Termasuk membawakan bawaannya agar dapat lebih tinggi bersama-sama, walaupun selangkah lebih tinggi bersama-sama.


Akhirnya medan tanjakan sudah mulai habis. Jalanan mulai datar, hanya ada rumput-rumputan yang tersibak di kiri dan kanan jalan. Jalanan sudah tinggal lurus datar pertanda kami mulai memasuki areal Ranu Kumbolo, tujuan kami. Tidak lama kami pun melihat lampu-lampu tenda di bawah Tanjakan Cinta yang jumlahnya ratusan beserta siluet Ranu Kumbolo yang mempesona.


Perjalanan 10 jam yang menguras tenaga menjadi lenyap. Tiba-tiba seperti ada tenaga lagi yang mengantar kami sampai Pos 4. Sampai Pos 4 yang terletak diatas danau aku berteriak memanggil nama teman-teman yang sudah sampai terlebih dahulu. Setelah mendapat teriakan jawaban beserta isyarat lampu senter aku dan Ervi langsung beringsut turun menggelincir di turunan berlumpur becek agar lebih cepat sampai.


Benar saja, Telik langsung menyambut kami dan Icha langsung menyodorkan makanan. Setelah memeriksa jam, ternyata kita baru sampai pukul 1 dini hari. Padahal kami berangkat dari Ranu Pani pukul setengah 3. Berarti kami telah berjalan 10,5 jam. Karena masih lapar, aku membuka tas dan mengambil mi instan untuk dimasak lagi. Setelah Tole sampai kami makan berdua di bawah langit malam, di samping Ranu Kumbolo. Karena kelelahan yang sangat, tidak lama kemudian kami bersepuluh langsung tidur didalam tenda berbalut sleeping bag masing-masing.


Keesokan harinya aku terbangun pukul setengah tujuh oleh suara Ervi dan Tole.

Ranu Kumbolo yang kemarin tampak hanya siluetnya tiba-tiba menjelma sangat nyata di pagi hari ini berbalut kabut tipis yang beriringan pada permukaannya. Surga di lereng Gunung Semeru.


Baru saja bangun, Ervi sudah menawarkan makanan dan minuman hangat untuk berdua. Kami pun sarapan berdua di pinggir ranu. Selesai makan, teman-teman yang lain menyusul sarapan.


Setelah sarapan, aku, Ervi dan Telik berinisiatif untuk jalan menaiki Tanjakan Cinta sambil menyapa Oro-oro Ombo. Aku dan Telik melewati jalur atas, sedangkan Ervi berjalan menyusuri pinggiran ranu. Sepanjang perjalanan kami berfoto-foto untuk koleksi pribadi.


Mengutip kata-kata seorang teman, "Jangan meninggalkan apapun selain jejak dan jangan mengambil apapun selain foto, agar alam kita tetap lestari." Thanks to Nunnu Naufal.


Ternyata para pendaki yang mendirikan tenda di bawah Tanjakan Cinta sudah sangat banyak, maklum lokasi paling favorit karena disini tempat terbaik menikmati matahari terbit Ranu Kumbolo yang tidak kalah terkenal dengan Bromo. Bermacam-macam jenis tenda dengan bermacam-macam merk dapat ditemui disini.


Kami segera mendaki Tanjakan Cinta. Aku tidak memperdulikan mitos didalamnya karen toh sudah ada Ervi disampingku saat ini dan itu sudah cukup. Layaknya happy hike, kami berjalan santai dengan berkali-kali beristirahat saat menaiki tanjakan. Sampai diatasnya kita akan mengerti mengapa disebut tanjakan cinta. Karena pada bagian atasnya kita seperti berjalan di bagian atas bentuk hati (love) yang menyempit. Setelah itu pemandangan Oro-oro Ombo akan hadir didepan indera penglihatan kita. Sangat kontras dengan saat kita menoleh ke belakang.


Setelah pukul 9 kami bergegas balik ke tenda menyusuri tepian Ranu Kumbolo.

Pukul 09.00 Telik dan Tole memutuskan untuk kembali ke Jember terlebih dahulu karena ada urusan yang tidak bisa dilewatkan. Sedangkan kami ber delapan memutuskan masih tinggal untuk semalam lagi karena ingin merasakan dingin dan indahnya suasana di Ranu Kumbolo.


Setelah mengantarkan kepulangan mereka, kami yang memilih tinggal memutuskan untuk memindah lokasi tenda kami. Meski hanya berjarak 15 meter, namun suasananya lebih privasi karena terlindung oleh dua gundukan bukit kecil. Pemindahan ini kami lakukan secara langsung tanpa membongkar tenda, sehingga dari kejauhan akan terlihat empat orang perkasa mengusung tenda diujung-ujungnya layaknya penopang Panglima Sudirman.


Ketika hari menjelang siang aku memutuskan untuk membaca buku yang kubawa dari rumah sambil menikmati dinginnya Ranu Kumbolo di dalam tenda hingga akhirnya aku tertidur pulas.


Tiba-tiba hujan turun mengguyur seisi Ranu Kumbolo. Aku dan beberapa teman yang ternyata juga tertidur pulas akhirnya terbangun oleh dinginnya air hujan yang masuk ke dalam tenda. Pertama yang kami seamatkan tentu saja sleeping bag, karena inilah nyawa kami di malam hari. Usai menyelamatkan sleeping bag dan benda-benda lain, kami memperbaiki cover tenda agar air tidak dapat masuk. Benar saja, karena proses pindahan tadi, cover tidak tertarik dengan baik yang menyebabkan air hujan masuk. Suatu pembelajaran yang berharga dikemudian hari.


Sore itu aku berjalan-jalan lagi untuk menghangatkan badan, terlihat beberapa orang memancing. Ternyata ikan-ikan yang ada di Ranu Kumbolo cukup variatif macamnya, ada lele, mujair, bader, gatul dan lain-lain. Bahkan menurut Tole, dia pernah melihat ikan seukuran paha manusia dewasa.


Kabut yang mulai turun di sore hari ini menambah cantik suasana. Beberapa sudut Ranu Kumbolo mulai tertutup kabut. Entah dari mana saja mereka datangnya.


Malam harinya kami hanya di dalam tenda sambil masak dan bercerita serta bercanda. Pukul 21.00 kami memutuskan untuk tidur karena esok mesti bangun pagi untuk pulang, memngingat perjalanan pada saat naik yang membutuhkan waktu yang lama.

Malam harinya kami terbangun oleh suara-suara tetangga menyambut pergantian tahun. Bahkan di Ranu Kumbolo sekalipun, tahun baru diwarnai dengan pesta kembang api yang menghiasi langit malam. Selain itu, kami terbangun pula oleh suara tetangga yang meminjam golok kami dan memotong kayu di depan tenda kami, serasa film "I Know What You Did Last Summer" gitu lah.


Esok harinya, aku dibangunkan oleh suara Icha,"Waaahhhh, mist-nya banyak, keluar dari air danau." Walaupun ingin keluar untuk melihat, tapi dingin menahan badan ini untuk tetap bereada di balik sleeping bag. Hingga akhirnya Icha dan Ervi dengan sadisnya membawakan air kumbolo untuk diusapkan di wajah.


Pagi itu kami segera membuat sarapan dan dimakan bersama-sama. Setelah itu membereskan perlengkapan tenda dan pulang.


Pulangnya kami membawa sampah yang kami bawa, bentuk kewajiban kita sebagai generasi bangsa. Selain itu, kami percaya bahwa seperti halnya perbuatan buruk yang mudah ditularkan dari satu individu ke individu yang lain, begitu pula perbuatan baik, ia akan menular pula ke yang lain.


Dalam perjalanan pulang kami menikmati pemandangan kaki Semeru yang tidak sempat kami nikmati saat berangkat. Perjalanan pulang ini serasa fun trekking karena kami disuguhi pemandangan alam yang cantik dan liar yang menjadi satu. Pos demi pos kami lalui tanpa kesulitan berarti seperti saat kami naik.


Setelah melewati pos 2, kami bertemu dengan teman semasa kuliah, yaitu Cahyarani Febriana. Meski pertama melihat agak ragu untuk menyapa, akhirnya saling menyapa juga. Ternyata dia kemarin sudah sampai puncak loh, salut deh buat Nana.


Perjalanan turun ini tidak membutuhkan waktu yang lama seperti saat naik. Hal ini ditunjukkan dengan waktu turun yang cuma berlangsung 4 jam saja, dari pukul 09.15-13.25. Sampai bawah kami kembali berfoto dibawah gapura selamat datang dan kami sempat berfoto dengan pendaki-pendaki yang lain loh.


Sampai Ranu Pane kami langsung menyerbu Warung Rawon seperti saat akan berangkatnya. Setelah makan dan membuang sampah, kami mengambil kendaraan dan pulang ke Jember.


Perjalanan ke Jember pun rupanya masih ingin memberikan petualangan untuk kami. Saat berada di kawasan Jatiroto hujan beserta angin turun begitu derasnya. Lampu jalan yang mati membuat marka jalan tidak terlihat. Hujan berlangsung derasnya sampai kami sampai di Tanggul.


Sampai di Jember, kami langsung mencari makan masing-masing. Selesai makan, saya mengantarkan Ervi ke kosnya dan saya berkumpul di rumah Iksan bersama dengan teman-teman yang lain.


Esok paginya, saya langsung kembali ke Surabaya via Terminal Tawang Alun, Jember.


Demikianlah perjalanan Happy Camp tahun baru 2013 bersama kalian semua. Pada Januari-nya grup ini kita beri nama "Camp Bunga Matahari" yang tidak disetujui oleh semuanya sehingga berganti ama menjadi "Kredo Travelers".


Have a nice year Kredo's


-Fin-


Malang, 2013