Selasa, 20 November 2012

Bromo-Pani Trip Report 12-13 November 2012

Pada trip kali ini saya bersama seorang teman saya mengunjungi Puncak Penandjakan untuk melihat matahari terbit Bromo yang tersohor di seluruh dunia.


Pada 12 November 2012, saya dan teman saya, Sutopo memulai perjalanan dari Surabaya. Kami berangkat pukul 09.00 menggunakan 2 motor yang dikendarai sendiri-sendiri.


Perjalanan dimulai dari Surabaya - Sidoarjo - Pandaan - Sukorejo - Purwosari - Nongko Jajar - Tosari - Penandjakan. Kami berangkat pagi hari menembus jalanan Sidoarjo yang cukup padat dan jalanan Porong sampai Apolo merambat, tapi lepas dari titik tersebut kondisi jalan relatif lancar. Setelah melewati Purwosari tepatnya Kebun Raya Purwodadi, kami mengambil jalur kiri untuk belok ke arah Nongko Jajar. Begitu belok ke arah Nongko Jajar, tidak sampai 100 meter kami sudah disambut udara dingin pegunungan.


Dinginnya udara dan jalan yang berkelok-kelok membuat petualangan ini semakin nyata. Udara panas siang hari tidak terasa di kulit, hanya dingin dan sejuk yang menerpa wajah dan kulit saya. Jalanan yang dilalui pun begitu menyenangkan, jalan naik turun berkelok bernuansa hijau pegunungan dan birunya langit membuat mata ini serasa dimanjakan.


Pemandangan bertambah menakjubkan saat kami mulai melewati batas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Pemandangan gunung, lembah dan sungai bergantian menyegarkan mata. Sungguh, rasanya segala penat menguap bersama terpaan angin yang mengusap tubuh ini.


Tidak berapa lama kami tiba di jembatan yang sungainya menurut saya cukup eksotik.

Di sungai itu kami sempat berhenti untuk merasakan dinginnya air pegunungan. Di seberang jembatan ini mulai terlihat pura untuk sesajen umat Hindu. Setelah melewati batas Taman Nasional kita akan memasuki dusun-dusun masyarakat Tengger yang sebagian besar memeluk agama Hindu. Tengger sendiri ini tidak luput dari legenda Roro Anteng dan Joko Seger yang merupakan nenek moyang suku Tengger yang mendiami daerah Bromo Tengger Semeru.


Perjalanan kembali dilanjutkan. Jalanan kembali naik , desa-desa terlihat seperti rumah-rumah liliput jika dilihat dari atas sini. Sebagian rumah mengeluarkan asap pertanda dapur mereka memasuki jam produksi. Para petani terlihat menggarap ladang mereka, namun ada juga yang santai sambil menghisap rokoknya. Sungguh tenang, tentram dan damai.


Akhirnya kami tiba di Desa Tosari bawah. Di sini kami menyempatkan diri makan bakso tengger sambil menikmati udara dingin di lereng pegunungan Bromo. Harga bakso disini Rp 5 ribu/porsi, porsi yang ditawarkan juga tidak bisa dikatakan sedikit karena perut kami langsung terasa penuh.


Lepas dari acara makan, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi penginapan di area loket Penandjakan. Untuk penginapan kami telah pesan terlebih dahulu kepada Pak Marimin. Harga yang dipatok  saat itu Rp. 150ribu/kamar.



Fasilitas yang didapat antara lain televisi, dapur + gas, ruang makan dengan meja makan untuk 8 orang. Jadi sebenarnya penginapan itu berbentuk rumah, namun dalam penyewaannya mereka tetap mematok per kamar.


Sampai di penginapan kami langsung menaruh barang-barang bawaan. Setelah itu Pak Marimin mengajak berbincang-bincang dan menawari kami teh hangat atau kopi, kami memilih teh. Tak berapa lama seorang gadis berseragam SMP mengantarkan teh hangat untuk kami, kami pun tak lupa mengucapkan terima kasih. Setelah minta ijin, kami meminumnya sambil menikmati udara siang yang dingin. Waktu yang saat itu menunjukkan pukul 14.00 sudah seperti pukul 17.00 di Surabaya.


Sore hari kami menyempatkan diri berkeliling sekitar desa. Saya tertarik dengan pura yang terletak di atas bukit. Pura itu terlihat kokoh dan megah seperti sebuah benteng yang menaungi pemukiman sekitarnya.


Pukul 16.30 kami naik ke Penandjakan untuk menikmati suasana barisan gunung Bromo di sore hari. Selama perjalanan menuju Penandjakan kami melewati jalanan yang diapit jurang dan terdapat pohon beringin yang berjejer rapi di tiap sisinya. Saat itu saya merasa berjalan di jalur naga, jalan yang dilalui Son Goku untuk berlatih di akhirat, hahaha..


Sampai di Gunung Penandjakan, memang benar kabut telah menyelimuti deretan pegunungan Bromo sehingga kami pun naik lagi ke camping ground untuk mengambil beberapa gambar.


Setelah puas kami turun ke penginapan. Benar saja, saat turun ternyata jalanan sudah gelap. Pelan-pelan kami menuruni jalanan gelap dan berkelok dengan hati-hati. Sampai di loket, kami langsung mampir ke warung untuk memesan nasi goreng dan kopi. Nasi goreng yang disajikan cukup enak dan udara malam yang mendukung menambah nikmat suasana (what a wonderful world deh).


Saat menunggu makanan tersaji, kami sempat bertemu dengan mas Heru yang menawarkan penginapan. Ia menawarkan kamar dengan harga Rp. 100ribu, kamar saja. Selain itu, ia juga menawarkan rumah dengan 3 kamar, kamar mandi, ruang makan + meja dan dapur yang dapat menampung 10 orang dengan harga Rp. 300ribu. Lumayan sambil menambah referensi penginapan, siapa tahu besok datang dengan keluarga atau bala kurawa, hehehe.


Selesai makan, kami langsung pulang dan beristirahat di penginapan sambil menunggu esok tiba.


Pagi harinya kami bangun pukul 04.00 untuk segera berangkat ke Penandjakan melihat acara utama, (drum roll) yak, matahari terbit. Kami dijemput oleh Pak Marimin, setelah membayar tiket Rp. 15ribu/orang kami segera meluncur ke Penandjakan. Jalanan gelap yang kami lewati semalam kami lewati lagi. Tidak lama kemudian kami sampai di Penandjakan.


Ternyata disana sudah ramai wisatawan lokal dan mancanegara. Namun yang paling mendominasi adalah wisatawan mancanegara. Dari logatnya saya menduga sebagian besar dari mereka datang dari Perancis (hehehe, sok tau kali kau bang).


Akhirnya "Golden Time" dari matahari terbit telah tiba. Saya menyebut demikian karena bagian terindah dari Sun Rise ini hanya berlangsung kurang dari 5 menit. Jadi kita tidak boleh membuang kesempatan emas ini. Kami juga beruntung karena saat itu cerah, matahari tidak terhalang kabut dan awan, apalagi hujan. Pada lautan pasir dibawah Penandjakan pasir tidak terlihat karena tertutup kabut tebal. Sempat ngeri juga bayangin kalau kami harus menempuh jalur tersebut sebentar lagi.


Setelah puas menikmati dan mengambil gambar, Pak Marimin mengajak kami "ngopi" sambil menunggu waktu turun. Oia, karena saat itu jalan menuju Bromo ditutup. Jadi kami mesti melewatinya dengan ilegal melewati jalan setapak berpasir. Pak Marimin juga berkata bahwa walaupun orang asli situ juga tidak boleh malalui jalan tersebut sampai pengerjaan selesai tanggal 28 November 2012.


Akhirnya benar saja, untuk melewati portalnya sepede motor harus kami rubuhkan. Setelah itu kami mengikuti Pak Marimin melalui jalan setapak berpasir yang disamping kanannya adalah JURANG yang dalam. Sempat ngeri dan bergidik juga sih, tapi ini juga bagian dari petualangan yang asyik menembus gunung dengan sepeda matic brooo. Sampai jalan utama, kami berpisah dengan Pak Marimin untuk meneruskan petualangan ke kawah Bromo. Pak Marimin pun menagih jasa guide-nya sebesar Rp. 50ribu. Selesai membayar kami menuruni jalanan curam beraspal namun berpasir dengan kemiringan 45 derajat. Sungguh bukan hal mudah.


Disini kehandalan mengemudi menjadi pertaruhan nyawa. Karena jika kita terpeleset, jurang berbatu telah menanti kita.


Disini saya bertemu dengan seorang lelaki yang setiap hari harus berjalan dari Tosari ke Sukapura menuruni Penandjakan dan menyebrangi lautan pasir berbisik setiap hari hanya untuk mencari rumput untuk pemilik kuda disana hanya untuk mencari makan dan menyambung hidupnya dan keluarganya. Perjuangan yang patut dihargai. Saya merasa beruntung dan bersyukur dengan apa yang saat ini saya miliki, entah esok hari, atau lusa nanti, entaahhhh.


Akhirnya saya menawarkan tumpangan pada pria tersebut untuk sampai ke seberang. Sampai bawah Penandjakan, benar saja kabut tebal telah menanti sehingga jalur kendaraan tidak terlihat. Namun untung saja pria tersebut memberi petunjuk jalur yang benar, sehingga kami berdua berhasil menembus pasir berbisik dengan terseok-seok dan tergelincir diatasnya. Bahkan beberapa kali pria itu turun dari boncengan karena ban sepeda saya tenggelam di lautan pasir. Sampai di patok kawah parkiran Jeep kami berpisah, saya belok ke arah kawah dan ia harus terus untuk sampai ke Sukapura.


Sebelum menuju ke kawah, saya dan teman berfoto dengan kendaraan masing-masing.


Saat akan berangkat, seorang gadis melambai ke arah saya. Tentu saja saya bingung, saya tidak janjian dengan siapapun disini. Apakah ia orang yang saya kenal. Ah, mungkin saja ia memanggil penjaja kuda tunggangan. Karena ragu, saya pun mengangkat tangan dan berhenti sejenak.


Ternyata betul sayalah yang ia panggil. Akhirnya ia dan temanya yang perempuan juga menghampiri kami. Ia ternyata mau menumpang sampai ke arah tangga kawah. Karena saya dan teman tidak berpenumpang,maka kami menyetujuinya. Kami berempat pun menyebrangi pasir berbisik ke arah kawah.


Ternyata dua gadis itu bernama Tri dan Nunu. Mereka datang dari Jogyakarta, Tri asli Pasuruan sedangkan Nunu asli Balikpapan, dan mereka berdua ternyata suka berpetualang juga. Setelah memarkir kendaraan, kami berempat berjalan ke kawah bersama-sama.

Ternyata mereka sebelumnya juga dari Penandjakan naik Jeep.


Saat berjalan menaiki tangga saya menghitung jumlah anak tangga menuju puncak. Ternyata, dari hasil perhitungan saya dan teman-teman yang dihitung sambil terengah-engah, jumlah anak tangga dari bawah sampai atas adalah sejumlah 230 anak tangga. Catat..!!!!!!


Sampai diatas kami menikmati pemandangan kawah Bromo yang cukup seram menganga yang mengeluarkan asap tebal. Sisi gunung Batok yang dulu tertutup debu erupsi rupanya mulai ditumbuhi tumbuhan hijau. Kabut tebal yang menyelimuti perlahan menghilang berganti siraman sinar matahari.


Sambil menikmati pemandangan dari puncak Bromo, saya menawarkan perjalanan selanjunya menuju Ranu Pane kepada Tri dan Nunu. Setelah berunding akhirnya disepakati bahwa kami berempat melanjutkan perjalanan setelah sarapan di Sukapura dan setelah mengambil bawaan mereka di Hotel.


Setelah sarapan dan memberi minum kendaraan, kami menyusul 2 teman baru kami tersebut. Begitu anggota lengkap 4 orang, kami melanjutkan perjalanan ke arah Tumpang. Saat menembus pasir berbisik Nunu sempat tidak menyangka akan menyebrangi gurun pasir menggunakan kendaraan matic berboncengan. Sepertinya dia belum pernah dan tidak pernah menyangka bahwa selain unta, matic juga cukup gagah untuk menyebrangi gurun pasir (elus-elus Shiro).


Selesai membelah gurun pasir, kami menyebrangi lautan savanah yang akhirnya berujung jalan semen dibawah lereng batu sebelah kiri dan bukit teletubies sebelah kanan. Bukit Teletubies ini cukup terkenal loh, karena memang bentuknya seperti bukit di film teletubies, dan sudah kondang dengan predikat tersebut di kalangan para petualang.


Akhirnya kami sampai di pertigaan Bromo-Tumpang-Semeru. Untuk menuju Ranu Pane, kami mengambil jalan ke arah Semeru. Jalanan menaik mengantarkan kami ke puncak tebing di atas savanah dan pasir berbisik yang telah kita lalui. Jadiii, bayangkan sendiri saja pemandangannya, hehehe =D..


Tanjakan yang curam dan jalanan yang rusak sebagian membuat Nunu harus turun dan berjalan agar kendaraan tetap bisa naik. Tanpa terasa kami telah sampai di Desa Ranu Pani yang terletak di atas awan. Kami sempat mampir ke gerbang pendakian Semeru, lalu berbalik arah untuk parkir di kantor Ranu Pani. Setelah parkir kami berjalan ke arah danau Ranu Pani dan terus ke Ranu Regulo.


Sampai Ranu Regulo saya terkagum-kagum dengan Papan Vandalisme yang dibangun khusus untuk tangan-tangan jail disana. Dasar saya yang tidak bisa diam kalau lihat air langsung saja saya menghampiri dermaga di pinggir danau.


Saya langsung duduk di tepi dermaga.


Disinilah saat-saat paling sakral terjadi...


Air danau yang tenang...


Angin sepoi-sepoi yang membelai wajah...


Hanya ada suara burung yang bergantian dengan interval teratur (bukan bersahut-sahutan)...


Awan yg meneduhkan dari sinar matahari...


Gemerisik rumput yang digoyang angin...


Semua itu berjalan dalam SLOW MOTION....


SLOWWW...


S..L..O..W..


Saking tenangnya beberapa ikan mas tidak menyadari kehadiran kami. Mereka muncul tepat dibawah kami dan menghilang saat kami menggerakkan anggota tubuh.


Semua senyap itu menguap bersama penat. Saya merebahkan badan diatas dermaga sejenak sampai silau mentari mengintip dibalik awan.


Setelah cukup lama, saya dan Topo mengambil beberapa foto di tepi danau. Melihat pohon yang besar, kokoh dan upable (bisa dinaiki maksudnya), Topo segera memanjat dan saya langsung mem-foto-nya. Dia juga minta foto bersama bunga terompet yang ada disana (macam india-india-an kau ini bang).


Setelah puas berfoto-foto ria, kami berempat meninggalkan danau tersebut. Setelah membayar parkir Rp. 5ribu/sepeda, kami melanjutkan perjalanan turun ke Tumpang. Sepanjang perjalanan ke Tumpang kami bertemu puluhan pendaki Semeru dengan ratusan carrier yang mengendarai Jeep 4WD.


Baru saya tahu setelahnya bahwa di Semeru ada Jambore para pendaki. Bahkan tanggal 15-nya ada presenter Jejak Petualang, mbak Medina Kamil ikut naik ke Gunung Para Dewa itu.


Selama perjalanan turun kami melewati Desa Ngadas. Kami sempat mampir untuk foto-foto di gapura TNBTS untuk kenang-kenangan.


Sampai di Tumpang, kami mencari makanan (maklum, kebiasaan orang turun gunung). Kami makan siang di depot samping I***mart Tumpang. Saya dan Topo memesan Nasi Krengsengan + Kopi, sedangkan Tri dan Nunu memesan Soto + Kopi dan Teh. Ternyata ibu pemilik depot cukup baik loh, saat kami mencari travel untuk Tri dan Nunu, beliaunya membantu sebisanya. Makasih ya bu.


Akhirnya Saya dan Topo kembali ke Sidoarjo meninggalkan Tri dan Nunu di Terminal Tumpang untuk lanjut ke Terminal Arjosari menuju Jogyakarta.


Demikian petualangan Bromo-Pani kali ini. Senang rasanya bertemu dan berpetualang bersama kalian semua guys. Report ini terdahului oleh report Sempu karena memang banyak yang perlu di-edit, tapi syukurlah akhirnya terbit juga.


Sidoarjo, 2012.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 18 November 2012

Trip Report Sempu Laguna 16-17 November 2012

Long weekend kali ini saya dan teman-teman mengunjungi Pulau Sempu di selatan Malang. Pesertanya antara lain Hendyk aka Melas, Rifky aka Tole, Robby aka Tenyong, Shandi aka Telik, Panji, Enes adik saya, Esi yang datang jauh-jauh dari Bengkulu via Jakarta (big thanks udah nyempet-nyempetin mendarat di Malang), Kak Tina yang merupakan mbaknya Esi yang ternyata cerewet seperti adeknya (tapi asik kok orangnya, piss mbak) dan yang terakhir saya sendiri.


Jadi begini ceritanya, kita berangkat agak molor dari jadwal karena peralatan yang udah dipesan ternyata kosong, setelah mencari kesana kemari dan kebutuhan mencukupi akhirnya kami baru berangkat pukul 15.00 dengan jumlah 9 orang. Selama perjalanan bisa dibilang cukup lancar walaupun sempat terjebak macet di Gadang dan diguyur hujan mulai Malang Kota sampai Turen.


Sampai Turen kami mencari logistik untuk konsumsi di tujuan nanti. Satu persatu pun belanja, membayar, dan keluar. Tapi kehebohan kembali terjadi karena si Telik ternyata masih di dalam I***mart belanja (ga tau apaan tapi lama banget). Setelah logistik terpenuhi kami berangkat kembali.


Tidak lama kemudian kami memasuki jalan menuju Pantai Sendang Biru. Baru masuk 6km-an tiba-tiba roda kendaraan saya bocor, berhentilah kami dipinggir jalan. Setelah bertanya lokasi tambal ban maka tiga kendaraan berangkat terlebih dahulu, sedangkan Melas, Enes dan saya mencari tambal ban.


Setelah ban beres, kami bertiga kembali melanjutkan perjalanan. Ternyata kami ditunggu oleh rombongan di Pasar Druju, mereka ternyata berkedok makan malam mengisi perut (ini mah curang pemirsa). Oke, FINE..


Setelah rombongan utuh, si Rifky bilang katanya kurang 8 km (entah dia dapat sumber darimana). Saya pun berkata, "Tenang aja, setelah belokan depan kita ke kanan, lalu kiri, SAMPAI...."


Berangkat kembalilah kita, jalanan malam berbelok-belok kita lahap satu persatu dengan hati-hati. Sempat juga mampir beli nasi, karena ingat dari siang belum makan nasi. Pas mau berangkat Esi nanyain apakah masih jauh, dan saya pun menjawab, "tenang, abis jembatan depan nyampe kok." Untuk memacu semangat emang kita terkadang kudu sedikit bohong demi kebaikan (baca: white lie). Perjalanan pun berlanjut menembus malam, hutan, kelokan tajam yang akhirnya mengantar kita ke Pantai Sendang biru dengan selamat.


Sampai di Pantai Sendang Biru kita langsung menuju parkiran yang ternyata parkiran sendiri juga penuh. Padahal parkir sepeda semalem aja Rp. 10rb, kalo jumlahnya se-bujubuset gitu berapa ya?


Akhirnya barang-barang diturunkan dari sepeda. Kami langsung heading ke Camping Ground yang lokasinya diatas  parkiran. Saya dan Tole mendirikan Tenda 1, Panji dan Melas mendirikan Tenda 2, Telik dan Tenyong mengantarkan ladies-ladies ke kamar mandi (ritual perempuan yang masih misteri buat saya). Setelah dirasa kurang, akhirnya Melas dan Tenyong mendirikan Tenda 3 untuk logistik.


Setelah tenda siap, si Tole bersama Melas dan Tenyong mengeluarkan kompor dan mesting untuk memasak air dan makan malam. Saya dan Panji konser duet maut diliatin mbak Tina yang mendengarkan dengan syahdu sambil ikutan nyanyi pelan-pelan (takut ketahuan suaranya jelek kali ya, piss ya mbak). Enes sama Esi langsung foto-foto n moto-in yang lain (efek kembali kinclong setelah ritual kali ya). Telik, telik mana ya?? eh, ternyata dia lagi telponan sama ga tau siapa, jadi kita simpulkan saja sama pacarnya. =D

Semakin malam, Enes mengambil kartu remi yang akhirnya dimainkan bersama-sama dengan yang lain, sedangkan saya ganti partner konser bersama si Melas. Setelah cukup tengah malam, akhirnya pada tidur semua di tenda tersisa saya, Tole dan Melas yang menikmati taburan bintang, desau angin, suara ombak dan celoteh jangkrik sambil makan mi instan plus nasi bungkusan.


Setelah kenyang, kami bercerita malam dan menyusun rencana esok hari dengan seriuszzz...ZZZ..zZz..


Saya yang ketiduran dibangunkan Tole agar pindah ke dalam Tenda. Saya pun masuk tenda dan tidur diantara Tenyong dan Panji. Night all....


Pagi harinya, saya bangun karena suara Telik yang protes karena tempat sepatunya dibuat tempat sampah oleh yang lain (Sori lik, tadi malem gelap, jadi kami agak khilaf). Waktu saya keluar tenda Telik, Melas, Tole dan Tenyong tidak ada. Saya pun kembali lagi ke Tenda. Setelah Panji bangun saya dan Panji membereskan tenda yang akhirnya dibantu kawan-kawan yang lain plus mbak Tina yang "menyemangati" kami dengan kicauannya.


Setelah tenda diringkas dan dititipkan kantor untuk memperoleh ijin, maka kami bergegas mencari kapal untuk menyebrang. Sambil menunggu kapal, Melas dengan kamera dan gayanya bak Fotografer Profesional mengambil gambar-gambar kami yang masih segar itu.


Akhirnya kami menyebrang dengan perahu nomor 2 dengan biaya Rp. 100rb/perahu untuk maksimal 10 orang. Saat perahu menembus padang lamun saya melihat Lion Fish yang tersesat, karena sangat tidak biasa ada Lion Fish di Padang Lamun saudara-saudara.


Saat akan mendarat di Pulau Sempu, tepatnya Teluk Semut (namanya Teluk Semut karena kalau sore teluk ini dipenuhi semut, hasil ngintip blog orang), kami disambut ikan-ikan kecil yang berlompatan di pinggir karang (mau eksis juga nih ikan). Setelah perahu berhenti kami pun berlompatan ke air. Karena air laut surut, maka perahu tidak berani terlalu menepi, takut kandas. Saat berjalan menuju tepi saya bertemu dengan Puffer Fish yang berdiam di pinggir pantai, mungkin tersesat lagi kali ya.

Kami pun sampai di tepi pantai, Telik, Panji dan Enes mengganti sandalnya dengan sepatu agar lebih Unbound the Wild. Setelah itu kami berdoa dan berjalan memasuki hutan. Pada bagian awal hutan jalanan berupa tanah padat bercampur batu karang tajam, akar-akar pohon dan pohon roboh melintang, jadi perlu ekstra hati-hati selama perjalanan. Suara kicauan burung menambah syahdunya perjalanan kami. Perjalanan pun berlanjut, pada sesi berikutnya jalan menjadi naik, sepertinya kami menaiki bukit. Ditemani kicauan burung dan celoteh satu dengan yang lain kami berjalan menembus hutan dan berpapasan dengan rombongan lain dengan berbagai macam klasifikasi mulai tua, muda, cantik, jelek, gagah, tambun, kurus, putih, hitam, sangar, ingusan, pokoknya lengkap semua species kayaknya ada. Setelah jalan naik, akhirnya tibalah jalan turun, kami sempat beristirahat beberapa kali karena kecapekan. Setelah menuruni bukit, tiba-tiba Telik menjerit," Gilee cyinn, pantainya udah keliatan booo", yang membuat semangat kami kembali meluap. Jalanan pun berganti semakin susah karena kami harus berjalan di pinggir tebing yang dibawahnya sudah "Clearwater" yang jernih (kalau tidak ingat masih bawa tas akomodasi pasti udah langsung nyebur). Setelah berjalan beriringan dan bergantian karena jalanan sempit kami pun sampai di Laguna Pulau Sempu yang menawan.

Setelah mencari spot untuk meletakkan perbekalan, saya langsung mengeluarkan snorkel set yang saya bawa menuju pantai untuk ber-snorkeling ria.


Air jernih dan putihnya pasir pantai semakin membius saya untuk semakin ke bagian yang dalam. Akhirnya saya menemukan karang yang pertama di kedalaman 3 meter, ternyata sudah ada ikan warna-warni yang menanti saya disini. Ikan di sini pun cukup besar dan bergerombol seperti geng motor yang konvoi dengan angkuhnya. Uniknya, pada kedalaman ini kita bisa menjumpai anemon yang tidak saya temui di pesisir Pulau Sempu.


Beberapa teman pun menyusul untuk bermain di air, Panji dan Tenyong bergantian ikut Snorkeling Tour (maklum, karena cuma bawa 2 set aja, jadi harus gantian). Sebagian besar karang disini kondisinya baik, mungkin karena yang berani masuk ke kedalaman ini hanya sedikit orang saja. Selama snorkeling kami menjumpai Puffer Fish, Snapper dan ikan-ikan karang yang berwarna-warni. Di sekitar karang yang membelah air menjadi dua arus bawah cukup kuat, sehingga saya dan Tenyong sempat terbawa beberapa kali.


Pukul 14.00 kami bersiap-siap untuk kembali, Melas bersama tripod dan DSLR-nya mengambil gambar kita membelakangi pantai berulang-ulang dengan berbagai macam edisi termasuk edisi adik-kakak (tinggal menunggu share foto-nya nih). Tolong ya Melas =p


Sebelum pulang kami sempat foto-foto di atas karang yang menghadap Samudera Hindia, serem tapi asik.

Menurut info dari Melas yang merupakan info dari wisatawan lain, tadi paginya terlihat lumba-lumba berlompatan (jadi pengeeen).


Matahari yang semakin terik menyadarkan kami untuk segera pulang. Kami bergegas berjalan menyisir tebing, pada saat ini kak Tina sempat terpeleset, tapi untung saja tidak jatuh dan baik-baik saja.


Kejadian ini sempat membuat kami merinding dan lebih berhati-hati. Perjalanan menanjak berikutnya, bertambah beratnya bawaan plus sampah bekal yang kami bawa pulang membuat kami berkeringat layaknya kuli panggul, padahal udara saat itu sangat sejuk karena sinar matahari tidak dapat menembus lebatnya hutan. Kami sempat beristirahat beberapa kali sambil makan roti, minum dan bercanda ditemani kicauan burung. Perjalanan dilanjutkan setelah badan kembali fit.


Sampai di pesisir Teluk Semut, mbak Tina langsung menghubungi "Kapten" perahu agar menjemput kami. Sambil menunggu kami makan roti dan minum lagi (baru tersadar ternyata perbekalan kita sangat banyak, seperti mau buka toko kelontong saja disini).


Setelah perahu datang, kami pun naik dan menyebrang lagi ke Pantai Sendang Biru. Saya duduk di depan bersama Esi dan Tole.


Sampai di Sendang Biru kami langsung menghampiri warung untuk pesan makan, kopi, es teh, es jeruk, mi goreng dan telor asin (itu perut apa karung ya =D).


Setelah kenyang, kami kembali ke kantor untuk lapor dan mengambil barang-barang yang dititipkan. Setelah lapor kami langsung ke parkiran untuk mengambil kendaraan. Kami pun menata barang diatas kendaraan dan bergegas meninggalkan Sendang Biru yang cantik.


Perjalanan pulang terasa mengasyikkan, karena pemandangan indah yang kemarin tidak terlihat dimalam hari.


Saat ada SPBU, kami berhenti untuk mengisi bahan bakar. Sambil menunggu melas yang "ganti oli", tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang minta antar ke rumahnya di Druju karena tidak kuat menyetir. Kami sempat curiga juga awalnya, takut terjadi sesuatu dan khawatir kemalaman. Akhirnya Telik membonceng ibu-ibu itu menuju rumahnya dan kami beriringan dibelakangnya. Syukurlah tidak terjadi apa-apa sehingga perjalanan dapat kembali dilanjutkan.


Sampai Turen, kami mampir lagi SPBU untuk "ganti oli" aka buang air sambil merencanakan kepulangan masing-masing.


Selama dari Turen sampai P.G. Krebet jalanan ternyata padat, berdebu dan kami berada di belakang "cumi-cumi darat" yang terus menyemburkan gas hitam buangannya. Perjalanan pun berlangsung lambat dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam. Lepas dari P.G. Krebet kami berpisah dengan sang "cumi darat" dan perjalanan kembali normal.


Sampai di pertigaan setelah patung kuda Hamid Rusdi, kami berpisah rombongan. Saya dan Enes langsung ke Singosari via Arjosari, sedangkan rombongan yang dipimpin Melas belok kiri ke arah kota menuju daerah kampus Brawijaya.


Sekian perjalanan kali ini. Terima kasih kepada teman-teman semua yang berupaya sukses dan lancarnya hepi-hepi kita kali ini. I love you guys ^_^!


Sampai jumpa di Ranu Kumbolo tanggal 6 Desember 2012.

Malang, 2012


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 04 November 2012

Free Dive Sempu Trip 30-10-2012

Rabu, 30 Oktober 2012,

Pukul 06:00 pagi dengan mask, snorkel dan perbekalan di tas serta fin Colorado biru di pijakan "Shiro" (si matic putih kesayangan), berangkatlah saya menuju selatan Malang. Pantai yang saya tuju adalah Pantai Sendang Biru yang lebih dikenal dengan Pulau Sempu-nya yang memiliki laguna atau segara anakan.


Selama perjalanan yang cukup padat, maklum bersamaan dengan orang berangkat kerja dan anak sekolah bisa dibilang perjalanan berlangsung lancar tanpa hambatan sehingga Shiro dapat menembus Kota, Bululawang, Turen yang padat sempat merayap dengan mulusnya.


Setelah melewati Turen, masuklah saya ke jalan menuju Pantai Sendang Biru. Jarak dari jalan utama menuju pantai dapat dikatakan cukup jauh kurang lebih 60 km. Namun ragam pemandangan pedesaan yang dapat dinikmati cukup membuat kita enjoy selama perjalanan, walaupun seorang diri. Pemandangan yang ditawarkan antara lain persawahan, perbukitan, barisan hutan jati dan kebun jabon di kanan dan kiri jalan, serta jurang yang membuat adrenalin terpacu membuat perjalanan ini terasa khusyuk dan mengasikkan.


Setelah melewati beberapa bukit akhirnya saya sampai di Pantai Tamban. Namun karena saya mengejar waktu emas di pagi hari maka saya tidak mampir dan langsung memacu Shiro segera ke Pantai Sendang Biru.


Akhirnya sampai di loket masuk Pantai Sendang Biru. Untuk 1 orang dan 1 sepeda motor dikenai biaya sebesar Rp. 6000, sangat murah sekali.


Setelah masuk kawasan pantai saya segera mencari tempat parkir sepeda motor yang dugunakan wisatawan untuk menginap, tentu saja agar lebih aman.


Setelah Shiro telah "ditali" saya langsung berjalan ke pantai dan ternyata sudah ada tiga rombongan dengan mobil yang siap menyebrang ke Pulau Sempu. Saya langsung dihampiri nelayan yang menawarkan perahu-perahunya untuk digunakan. Untuk menyebrang dengan kapal motor dikenai Rp. 100ribu untuk sekali PP. Namun saya lebih tertarik dengan perahu jukung yang didayung sendiri seharga Rp. 50ribu untuk satu hari penuh. Tanpa menunggu lagi saya langsung menaikkan perlengkapan ke atas perahu dan memakai wet suit agar siap tempur jika menemui spot Skin Diving yang baik.


Untuk skin diving saya lebih tertarik pada area di pesisir Pulau Sempu karena secara logis pasti lebih baik. Maka segera mendayunglah saya sambil bersenandung "Nenek moyangku seorang pelaut..."


Saat berada di antara dua daratan saya sempat kepikiran juga tentang keamanan jukung kecil ini. Namun saya tetap yakin karena di sisi kanan dan kiri bagian perahu terdapat dua buah bambu yang mencegah perahu terbalik ditambah permukaan air yang nyaris tanpa ombak.


Sampai di pesisir Pulau Sempu, benar saja karang di bawah permukaan mulai terlihat, segera jangkar batu saya lempar. Saya langsung membersihkan mask dan memakai fin dan setelah siap "Byuuurrrr".


Pertama melongok saya langsung disambut puluhan coral fish beraneka warna, seperti Angel Fish (yang lain ga tau namanya). Baru saja sebentar mengayuhkan fin ada lagi schooling fish Moorish Idol. Selain itu dapat dijumpai beraneka warna ikan Fugu yang lucu dan menggemaskan. Di sepanjang pesisir juga banyak terdapat Yellow Pipefish, Snapper, Grouper (kerapu), lizard fish, dan beragam ikan lain yg saya masih tidak tahu nama dan jenisnya (maklum basic diver, hahaha). Tidak hanya itu, di bawah coral-coralnya pun banyak terdapat Lion Fish, padahal saya hanya Skin Diving di kedalaman 3-5 meter. Bahkan saya sempat bertemu dengan Morray Eel yang tersohor itu.


Namun sayang sebagian besar koral di daerah ini rusak. Selain itu juga terdapat bungkus sachet minuman para pengunjung Pulau Sempu (teman-teman, tolong ingatkan teman-temannya ya, bahwa "Our ocean is not a trash bin"). Cukup sampai disini sajalah perusakan alam, pantai, laut dan gunung kita.


Namun seperti harapan yang selalu ada, di sela-sela koral yang hancur ini mulai tumbuh terumbu karang muda. Ah, rupanya "Mother Nature" masih memberi kesempatan kedua. Hal ini perlu kita jaga, karena terjaganya terumbu karang akan memelihara air laut di daerah tersebut agar tetap jernih dan bening karena terumbu karang menahan pasir yang tersapu arus laut. Selain itu terumbu karang juga rumah ikan, kan jadi senang di kita juga agar tidak perlu jauh-jauh ke Karimun Jawa hanya untuk "melihat" ikan.


Setelah puas Skin/Free Dive pertama, saya kembali ke darat untuk mencari makan siang. Maka makan sianglah saya di Warung Pojok Sendang Biru, yah harganya standart lah. Dari makan siang dan mengobrol dengan sang empunya saya dapat info bahwa kerusakan koral yang terjadi dikarenakan pernah digunakannya BOM IKAN (OMG, may The God bless us). Sepertinya kita butuh AVENGER disini.


Setelah makan siang saatnya Skin Dive 2. Pada dive 2 ini saya pindah lokasi dan who knows...... Saya bertemu sekumpulan yang entah berapa jumlahnya (baca: banyak) White Stripped Cat Fish di celah coral besar. Ini asyik bener, lalu saya juga menemui Cleaner Shrimp yang lagi "kongkow" bareng Sea Urchin (Landak laut). Sebagian besar biota lainnya masih sama dengan dive 1, namun mulai bermunculan ikan-ikan yang lebih besar. Pada Dive 2 ini air mulai keruh, jadi visibility kurang begitu baik dibanding Dive 1.


Pukul 16:00 saya mentas dan kembali ke darat untuk pulang. Sampai jumpa lagi Sendang Biru-ku yang cantik. Tanggal 16 November ini aku akan mengunjungimu dengan teman-teman yang lain.


Sidoarjo, 2012


Published with Blogger-droid v2.0.4