Rabu, 31 Juli 2013

Rembulan di Awal Agustus

Hari pertama di bulan Agustus.

Hai, selamat datang bulan kemerdekaan.

Berbicara tentang kemerdekaan tentu erat hubungannya dengan kebebasan. Baik kebebasan berpendapat, kebebasan berpikir, kebebasan menulis seperti saat ini, atau mungkin kebebasan mengejar mimpi.

Semua orang memiliki mimpi, seperti halnya aku. Namun adakalanya mimpi-mimpi itu pupus ketika kita sampai pada tembok besar bertuliskan REALITA. Bisa jadi juga, kita terbuai oleh indahnya perjalanan yang membuat kita lupa akan mimpi kita. Namun yang pasti hanya mereka yang fokus dan percaya pada mimpi-mimpinya yang akan menggenggam buah dari mimpinya. Saya percaya itu.

Seringkali kita berlari ketika berada di trek yang lurus. Sedikit berjingkat atau melompat saat melewati penghalang. Sedikit memar atau lecet saat tersuruk dan terjatuh, asalkan itu tidak membunuhmu, ia akan menguatkanmu, begitulah kata mereka.

Hal itu membuatku berlari, fokus pada tiap batu dan anak tangga, selalu memikirkan apa yang selanjutnya dilakukan ketika satu langkah lagi telah tercapai. Ritme yang tajam dalam hidup, waktu yang terus diburu agar selalu menciptakan analisa yang lebih baik untuk hari esok. Semua demi mengejar mimpi.


Tiba-tiba semua menjadi lambat.


Atau aku yang berlari terlalu cepat.


Sampai aku tersadar,

Aku hanya menghitung seberapa jauh lagi aku harus berlari tanpa menyadari seberapa jauh jarak yang telah aku tempuh. Kecemasan atas ketidakpastian hari esok perlahan membungkam panca inderaku. Aku terdiam.


---------------------------------------------


Kebebasan bisa menjadi ikatan ketika mimpi itu telah tertambatkan, disaat aku hanya memandangnya dengan kacamata kuda yang kusematkan.


Sidoarjo, 2013


dan bukankah hari ini adalah hari esok yang kau cemaskan


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rindu

Seketika desau angin menyerbakkan harummu

Wangi yang selalu terpendam dalam sanubariku

Saat semua bintang menenggelamkanku

Aku tersadar masih menggenggam tanganmu

Memandang wajahmu

Mendengar denyut jantungmu

Bersama segala nuansa itu

Ah, barangkali ini rindu...


Sidoarjo, 2013


#Night Jule, glad to see you


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 05 Juli 2013

Korupsi

Korupsi bukanlah hal baru di negeri ini. Kata-kata ini merupakan serapan dari bahasa inggris yaitu “corruption”. Di Indonesia sendiri kata-kata ini mulai dikenalkan oleh para mahasiswa dan meluas sejak 1998 yang sekaligus menandai keruntuhan rezim Orde Baru. Sebuah revolusi lahirnya babak baru di negeri ini yang diberi judul “Era Reformasi”.


Saat itu masih kita ingat bahwa semua orang mulai mengumandangkan untuk menolak KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). LSM-LSM yang melawan pun tumbuh berjamur di seluruh kota-kota besar. Kita semua saat itu sepertinya serempak untuk melawan korupsi.


Ironi, semuanya terasa sangat utopis. Pada zaman Orde Baru yang “katanya” KKN mulai tumbuh dan akan kita berantas, sekarang malah tumbuh subur layaknya jamur di musim hujan. Saya masih ingat, saat dahulu seseorang melanggar dan mengajak “damai”, si pelaku dan aparat mesti mencari tempat yang tersembunyi dan memasukkan “suap”-nya ke dalam amplop terlebih dahulu untuk selanjutnya diserahkan. Namun saat ini, bukan barang asing untuk tawar-menawar terlebih dahulu.


Menurut Wikipedia sendiri, Korupsi dari bahasa latin “Corruptio” dari kata kerja “corrumpere” yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik dan menyogok. Arti kata korupsi sendiri adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepadanya untuk mendapatkan keuntungan sepihak.


Seiring berjalannya waktu, kita menemui bahwa korupsi ini sudah tidak hanya terjadi di lingkungan pemerintahan dan politisi. “Semangat” korupsi ini pun mulai tumbuh di instansi-instansi swasta pula. Lebih generalisasinya, diakui ataupun tidak, seperti halnya wabah yang menjangkiti sebuah negeri, rakyat adalah penderita yang paling banyak dan kronis.


Namun, dunia pun memiliki cara tersendiri dalam menanganinya. Segala sesuatu selalu diciptakan berpasangan satu sama lainnya sebagai sistem pertahanan dari bumi ini, seperti halnya lelaki-perempuan, kaya-miskin, baik-buruk, pintar-bodoh, mayor-minor dan sebagainya. Maka dari itu sebagai antisipasi dari wabah korupsi ini muncullah generasi-generasi pendobrak yang melawannya.


Perlawanan ini pun berlangsung diatas tanah dan juga dibawah tanah (baca: ter-ekspos dan tidak). Saat ini perlawanan terhadap korupsi terus bermunculan mulai dari politik, pendidiikan, seni, budaya, agama dan sektor-sektor lainnya. Salah satunya adalah sebuah film garapan anak-anak bangsa yang peduli terhadap bangsa ini yang berjudul “Kita Versus Korupsi”.


Film ini terdiri atas 4 segmen yang tidak terikat antara satu dan yang lainnya. Rumah Perkara,Aku Padamu, Selamat Siang Risa! dan Psssttt… Jangan Bilang Siapa-Siapa  adalah judul-judul yang mengisi Kita Versus Korupsi.


Saya suka kata-kata Laras yang diperankan Revalina S. Temat saat menimpali pertanyaan Vano yang diperankan Nicholas Saputra,”Kenapa hal kecil sepele gini dipermasalahin?” ”karena sesuatu yang besar berawal dari yang kecil-kecil seperti ini.” Simpel dan sangat sederhana, namun sering kita lupa dalam aplikasinya sehari-hari.


Pada  segmen Selamat Siang Risa!, saya dikagetkan saat muncul Medina Kamil. Kalau sebagai host acara petualangan memang sudah sering, tapi kalau film lepas, sepertinya baru ini (Kalau ada lagi boleh dong diberitahu, ngefans banget). Saya suka saat ia memandangi polisi yang menerima suap dengan sebalnya. Selain itu saya juga suka dengan peran Arwoko (Tora Sudiro) saat menolak tawaran Koh Abeng dengan tegas.


Dua judul yang lain pun tidak kalah menarik, seperti pergolakan batin Lurah Yatna (Teuku Rifnu Wikana) pada Rumah Perkara ataupun korupsi yang sudah menjamur ke seluruh segmen  sampai kalangan pelajar pada Psssttt… Jangan Bilang Siapa-Siapa. Semuanya dikemas apik layaknya keseharian masyarakat kita.


Link "Kita Versus Korupsi" :


http://youtu.be/tIXomjOooTw


Selamat Menonton.


Dunia ini adalah milik anak-anak muda yang percaya pada mimpi-mimpinya, dan salah satu mimpi itu adalah membangun bangsa ini menjadi maju dan bebas korupsi.


Si Vis Pacem Parabellum


Sidoarjo, 2013


*Dan terus bangunlah putra-putri ibu pertiwi


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 04 Juli 2013

Dear June..

Hai Jun, sebenarnya banyak yang ingin aku bahas denganmu. Tentang tanaman-tanaman yang semakin meninggi dan tumbuh subur, masakan-masakan yang sudah tanpa sisa sekalipun hanya kerak yang menepel pada perigi, petualangan di tanah tak berpenghuni yang saat ini mulai tercemar dan karang-karangnya telah mati, buku-buku yang telah tersampul rapi dan menunggu untuk dibaca, tentang bermacam-macam kopi yang bervariasi mulai dari berasa kental, pahit, jagung dan kacang hijau, tentang tradisi sirkumisi yang sudah turun-temurun ditanah ini, tentang telaga di kaki Lawu yang airnya melimpah ruah, tentang dialektika bahan bakar dan perut yang masih ramai di negeri ini, tentang festival yang membahas bunga-bunga dan semesta raya, serta yang paling utama adalah hujan-mu yang dahulu hanyalah sebuah metafor dari seniman tua.


Terima kasih atas segala kebaikan yang kau berikan pada bulan ini. Kau telah menepati janjimu agar tidak bertingkah buruk, seperti yang telah aku tuturkan padamu sebelumnya. Namun seperti halnya hidup, masih banyak jalan yang harus dilalui, jurang dan sungai yang harus diseberangi , serta laut yang harus diselami. Selama hayat masih dikandung badan, masih ada kaki untuk melangkah, tangan untuk menggapai, dua mata yang awas, telinga yang selalu peka, serta hati yang tak pernah padam, semua mimpi-mimpi yang menunggu untuk diwujudkan itu tak akan pernah kecewa atas penantiannya.


Karena hidup adalah suatu proses pembelajaran tanpa henti.


Sidoarjo, 2013


*Dan langit pun tetap memeluk dengan gaun malamnya.


Published with Blogger-droid v2.0.4