Rabu, 27 Maret 2013

Senja

Hujan masih turun dengan derasnya diluar sana. Sudah sejak setengah jam yang lalu. Hujan di bulan maret bukanlah suatu yang spesial. Ada huruf R pada nama bulan ini yang berarti "Rain". Begitulah katamu dahulu setelah menghisap dalam-dalam rokokmu dan menutupnya dengan menyeruput habis kopi pada lepek mungilmu.


Terjebak di warung kopi dengan hujan deras ini membuatku teringat tentangmu. Tentang caramu yang tenang dan dalam bercerita tentang Jatayu yang hendak menyelamatkan Shinta dari tangan Rahwana, tentang perjalanan Pati Unus yang hendak melawan Portugis dan mati karena terkena cetbangnya sendiri, tentang terbunuhnya AWS Mallaby di Surabaya, tentang sejarah yang kini berseliweran mengaduk-aduk kopiku.


"Kebenaran tidak datang dari langit, ia harus diperjuangkan," ujarmu ketika petugas datang dan menyapu taman baca kita.


Kaulah itu Senja, wanita dengan segala kepiawaian dan wawasan yang mencakup seluruh semesta. Wanita dengan segala keemasan langit dari zenit sampai nadir yang serupa namamu.


"Kita terlahir dalam kesendirian, diasuh, bermain, tumbuh, maka jika ingin terjun atau terbang, jangan ragu untuk melakukannya seorang diri, biar orang lain yang mengikuti jejak kita, karena toh esok kita juga mati dan dikubur seorang diri." Kata-katamu itulah yang membuatku bertahan dalam keputusan ini. Langkah untuk meninggalkan segala kenyamanan ini. Kenyamanan yang membuat lupa diri. Kenyamanan yang mengungkung diri. Kenyamanan yang membuat kita kerdil dan membodohi. Tak dapat melakukan apapun, namun dengan sombongnya ingin memeluk dunia.


Dunia masih melesat tak kurang dari 107.000 km/jam. Namun kau telah jauh meninggalkanku dan terbang di duniamu sendiri. Dunia yang lain dengan berbagai macam teori yang dikenal secara umum oleh manusia. Seperti saat kau menyelesaikan yoga dengan tenang di bengkel las kami yang berisik dan bau. Atau saat kau menceritakan tentang manusia burung bersayap yang ada pada relief-relief bangunan dan kepercayaan di seluruh permukaan bumi, seperti Harpies di Eropa, Jatayu dan Garuda di India dan Indonesia, Alkonost, Gamayun dan Sirin dari Rusia, Anzu, Siris dari Mesopotamia, Ekek di Filipina,  Horus and Thoth dari Mesir, Huitzilopochtli di Aztec, Karura dan Tengu di Jepang, Nike , Boreas dan Eros dari Yunani, Tangata manu di Pulau Paskah. Kau mengatakan bahwa semua itu pernah ada, namun sebagian diburu karena memang tidak dikehendaki.


Semua itu kau katakan seolah kaulah sang empunya dunia. Pernah aku berpikir darimana kau dapat semua itu, atau jangan-jangan hanya bualanmu semata. Bualan seperti kegemparan yang tak pernah selesai di negeri ini. Baru kutahu ketika aku mencari tentang kebenarannya. Kau pun tak pernah mendebat penyangkalmu.


Sering aku berpikir,kemanakah semua itu bermuara ketika kodratmu telah mengantarmu menjadi ibu dari anak-anakmu. Sampai saat ini pun, kau masih serupa misteri hidup, tak ada batas yang mengikatmu. Jika masih ada suatu kesempatan, pasti akan aku sambung lagi kekagumanku ini padamu. Perempuan setenang malam dan seluas semesta. Senja Kirana.


Sidoarjo, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 23 Maret 2013

R(acun)utinitas

Rutinitas adalah racun. Datang tanpa engkau sadari. Silence disease paling berbahaya dari jenisnya. Setelah kau menyadari semua telah terlambat.


Sudah kubilang rutinitas adalah racun. Kau akan lengah dibuatnya, dalam zona nyamanmu. Segala yang kau kerjakan berulang-ulang akan menumpulkan keawasanmu, menyudutkan mata dan pikiranmu, mengerdilkan wawasanmu. Dunia pun ikut menyempit seluas keseharianmu.


Apa perlu kubilang lagi bahwa rutinitas itu racun. Kau akan sulit untuk menerima perbedaan, karena keseragaman adalah keseharianmu. Kau nikmati semua itu dengan mengorbankan masa mudamu. Bahkan, idealismu pun mati sebelum ia berbunga. Rutinitas akan menghanyutkanmu dalam pusarannya tanpa mengijinkanmu untuk menguap dan terbang bersama sang bayu. Rutinitas pula yang akan membunuhmu di usia muda. Mereka bilang mati di usia muda bukanlah buruk, mengingat hidup akan lebih banyak untuk bersabar dan berusaha dibandingkan dengan berbuat dalam kesukaan. Namun akan lebih buruk jika rutinitas itulah yang membunuhmu di usia 27 dan menunggu untuk dikuburkan pada usia 72.


Jika memang rutinitas adalah racun hidup, maka bunuhlah ia sebelum ia membunuhmu. Keluar dari zona nyaman dan melihat dunia bukanlah hal yang buruk. Mencari teman-teman yang baru dengan beragam warna hidup juga akan mewarnai harimu. Mencoba hal-hal yang baru juga akan menambah wawasanmu. Keluarlah dari pusaran itu, menguaplah dan terbang bersama sang bayu. Berkondensasilah di belahan dunia lain sehingga dapat kau rasakan salinitas di sungai seberang, dinginnya awan yang menudungi gunung, serta berlari secepat kilat dengan pompaan jantung yang mendorong laju aliranmu.


Barangkali rutinitas adalah sebuah racun, ia akan bernasib sama dengan bungkus-bungkus rokok ditempatku.


Tulung Agung, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Rabu, 13 Maret 2013

Angkuh

Angkuh,

Itulah ucapan mereka saat melihatmu melenggak-lenggokkan tubuhmu diatas panggung

Panggung hiburan yang bernama semesta yang maha dahsyat luasnya ini

Berjuta hingga bermiliar mata menatap tiap ujung lekukkmu



Kau berjalan dengan angkuhnya layaknya sang pemilik semesta

Kau berjalan dengan caramu yang misterius

Sebenarnya tidak ada hal yang mewah dalam caramu berjalan

Mungkin ketidakpedulian dan egomu yang sombong itulah yang membuat mereka iri



Keangkuhanmu yang terbungkus oleh jeans belelmu

Keangkuhan yang menusuk tulang-tulang meminjam dingin malam

Keangkuhan yang meniadakan mereka semua

Keangkuhan atas sikapmu yang bebas dan tidak terikat dengan bumi



Keangkuhan yang membuatku jatuh cinta kepadamu





Jember, 2013