Senin, 28 Januari 2013

Luna's O(pi)nion #1

Sejak kecil, saya suka menonton film-film kartun dan film anak-anak sejenisnya. Pada saat itu film-film yang diputar dan disukai antara lain Doraemon, Power Ranger (paling banyak macamnya), Gaban, Ksatria Baja Hitam, Dragon Ball, Jiraya dan sebagainya. Pada film-film itu disuguhkan kecanggihan teknologi yang belum ada pada saat itu.


Film-film diatas mengajak para penontonnya yang segmennya adalah anak-anak untuk berani bermimpi pada sesuatu yang belum ada di lingkungannya, bahkan di negara asalnya.


Dewasa ini, saya mulai menyadari bahwa stimulan-stimulan seperti itu sebenarnya sangat baik. Terlebih ketika si anak memiliki obsesi tentang tokoh favoritnya tersebut, terpatri dalam bawah sadarnya untuk diwujudkan di kemudian hari yang dalam psikologi kita kenal sebagai Law of Attraction.


Seiring berjalannya waktu, banyak sekali dari mereka yang satu persatu menyerah oleh faktor-faktor lingkungannya yang menunjukkan dinding tebal yang bernama realita, rasional, tidak masuk akal, impossible. Padahal jika kita mau menyadarinya, banyak hal di masa modern ini yang merupakan impossible di saat itu. Kecanggihan teknologi yang impossible saat ini, tentu saja tidak lepas dari anak-anak tersebut yang masih percaya pada mimpi-mimpi mereka yang mereka yakini dalam alam sadar dan bawah sadar mereka.


Seperti halnya mimpi-mimpi mereka yang telah terwujud, tidak ada salahnya kita berusaha mengingat mimpi-mimpi kita di masa kecil untuk diwujudkan pada masa sekarang. Selaras dengan belajar, mimpi tidak pernah mengenal batas umur. Karena kita akan belajar untuk berusaha mewujudkan mimpi-mimpi itu.


Maka, tetap bermimpilah sambil berusaha mewujudkannya. Saya percaya ketika kita meyakininya, maka seluruh alam semesta raya pun akan ikut bahu membahu untuk mewujudkannya.


Sidoarjo, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Kamis, 24 Januari 2013

Just in Mind #1

Seringkali kita memikirkan tentang satu tahun ke depan, dua tahun ke depan atau lima tahun ke depan hidup kita.


Selama masa itu pula kita menempatkan pos-pos target hidup kita di sela-sela periode tersebut. Semacam kerangka hidup agar hidup ini lebih tertata dan fokus pada target terdekat. Berusaha untuk mencapai satu persatu mimpi selangkah demi selangkah atau step by step.


Pada beberapa target, ada yang berjalan sesuai kerangka rencana. Ada pula sebagian target yang tidak berjalan sesuai perencanaan. Tentu saja semesta tidak akan memberikan semua itu dengan mudahnya. Terkadang kita menempuh jalur lain untuk mendapatkannya.


Layaknya jalan memutar tentu saja tidak semulus jalan yang telah kita rencanakan. Hal semacam ini kita menyebutnya fleksibilitas. Jalan yang berbeda akan membawa kita pada proses yang berbeda. Sebenarnya inilah yang akan memperkaya wawasan dan pengalaman kita.


Jadi, jangan pernah menganggap kita harus membayar lebih pada suatu target itu. Namun, percayalah justru kita akan mendapatkan lebih dari yang telah kita rencanakan.


-Fin-


Sidoarjo, 2013

Rabu, 23 Januari 2013

Kedamaian

Ketika segala penat menguap. Ketika tak ada beban yang menggantung. Ketika segala indera dimanjakan oleh lingkungan sekitar. Ketika raga bersinkronasi dengan alam. Ketika sudah tidak ada yang mampu menggantikan ini semua. Ketika pemeran utama semesta dilimpahkan secara tiba-tiba. Ketika tidak penting lagi antara esok, lusa, atau detik berikutnya, dan kita hanya merelakan untuk hanyut di dalamnya. Ketika sudah tidak ada lagi ketika.


Aku telah berpetualang ke gunung, danau, dasar lautan, dasar kolam, di balik lembah, di bawah karang, di tengah taman, di atas gedung dan di berbagai tempat untuk mencarinya. Tidak pada semuanya aku mendapatinya. Tidak semua keadaan berkumpul di satu tempat. Tidak semua berjalan dengan mudah, apalagi murah.


Namun, hari ini aku menemukannya dalam balutan siang hari dalam kamar 3x5 meter setelah mandi usai mencuci dan bersih-bersih. Kiriman Tuhan di siang bolong.


Sidoarjo, 2013


*Hingga dibuyarkan oleh teguran Bapak Kos


Published with Blogger-droid v2.0.4

Senin, 14 Januari 2013

Hujan Turun #2

Hujan turun,

Mereka bilang Tuhan sedang membuka berkahnya

Tahun ini akan ada rizki yang berlimpah

Ya, malam tahun baru ini hujan turun begitu derasnya

Tupai-tupai berlindung di balik daun kelapa


Lalu,

Mengapa pagi ini perahu-perahu terhempas di pantai

Dermaga kayu sudah tidak ada disana

Yang hanya kuingat,

Gemuruh terdengar di sudut mimpiku semalam.


Sidoarjo, 2013


*untuk mereka yang kurang beruntung di awal 2013 ini.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Hujan Turun #1

Hujan turun,

Mereka bilang Tuhan sedang membuka berkahnya

Tahun ini akan ada rizki yang berlimpah

Ya, malam tahun baru hujan turun begitu derasnya

Katak-katak bernyanyi suka ikut menyambut datangnya


Lalu,

Mengapa pagi ini lebih banyak orang dikampung ini

Mereka datang membagikan berdus-dus makanan

Yang hanya kuingat,

Gemuruh terdengar di sudut mimpiku semalam.


Sidoarjo, 2013


*untuk mereka yang kurang beruntung di awal 2013 ini.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Jumat, 11 Januari 2013

Tentang Obat

Ada kalanya kau terlena hingga kau terjatuh,

Dan kau akan memakan pil yang pahit untuk meredakannya..


Hancurkan dengan gerigimu dan ingat baik-baik rasa pahit itu,

Agar kau tidak terlena dan memakan untuk yang kedua kalinya..


Sidoarjo, 2013


Published with Blogger-droid v2.0.4

Sabtu, 05 Januari 2013

New Year Happy Camp 2013

Malam tanggal 29 Desember 2012 aku berangkat ke Terminal Bungurasih, Surabaya. Benar saja, ternyata disana sudah ramai sekali. Diantara banyaknya line penumpang dengan berbagai jalur tujuan hanya beberapa saja yang terisi oleh bus yang siap mengantarkan penumpang. Aku berjalan menuju arah line Patas jurusan Jember. Ternyata sampai disana bus tidak ada di line. Sambil menunggu aku putuskan untuk berjalan ke arah line bus ekonomi. Ternyata hasilnya juga idem. Alhasil terlantarlah saya bersama ribuan penumpang lain di tempat itu. Saya  berjalan ke deretan bus yang parkir di belakang line dan benar saja disana ada satu bus patas jurusan jember yang menunggu sambil menaikkan penumpang. Aku pun segera berlari menghampiri pintu depan. Namun sampai di depan pintu ada seorang petugas yang melarang naik karena bus sudah penuh. Benar saja, tidak lama kemudian bus meninggalkan tempatnya tanpa masuk ke line penumpang.


Sambil menunggu bus lain aku memandang ke sekeliling. Ternyata memang jumlah penumpang yang bernasib sama ada ribuan jumlahnya. Calon penumpang paling banyak adalah yang akan menuju Jogja-Solo. Setiap ada bus dengan tujuan kota tersebut berjalan ke arah line selalu diikuti oleh puluhan sampai ratusan orang yang beriringan di samping pintu sampai ke belakang bus tanpa memperdulikan keselamatan mereka. Mereka yang sudah naik pun sudah tidak memperhitungkan kenyamanannya juga karena yang penting mereka telah terangkut. Di dalam bus dapat dilihat orang-orang yang berdiri berdesakan mulai dari pintu depan sampai pintu belakang. Hal ini tentu saja melebihi kapasitas muatan bus tersebut.


Lama menunggu tak ada hasil, aku putuskan untuk berjalan-jalan di parkiran bus sambil menikmati udara dingin yang terhisap bersama asap rokokku. Di ujung parkiran aku melihat bus AC tarif ekonomi jurusan Jember yang sedang parkir dan sudah terisi separuh. Aku pun segera naik dan meletakkan barang-barangku di bawah tempat duduk. Akhirnya selesai sudah masalah menunggu dengan bus ini. Di bis ini aku menemukan satu keunikan tersendiri,  karena kondektur yang menarik karcis ternyata adalah seorang wanita separuh baya. Rupanya Kartini telah menyentuh tempat ini.


Sudah kuduga, saat bus berjalan, bus tidak masuk ke line penumpang melainkan langsung menuju pintu keluar. Perjalanan ke Jember berlangsung lancar tanpa hambatan berarti.


Pukul 3, bus telah sampai di terminal Tawangalun Jember. Begitu turun dari bus aku langsung disambut beberapa tukang ojek yang menawarkan jasanya untuk mengantarkan ke alamat tujuan dan aku menolaknya karena aku akan dijemput oleh gadisku.


Kami berencana berangkat pukul 4 bersama 8 teman-teman lain menuju Ranu Pani di meeting point terminal ini. Di Tawangalun aku sudah punya warung langganan yang menyediakan makanan ringan dan minuman hangat yang aku sebut Warung Si Emak. Setelah memesan kopi dan mengambil jajanan aku menghubungi gadisku agar ia segera datang. Setelah ia datang, minuman aku tambah lagi dan kami berdua menunggu teman-teman yang lain.


Walau agak terlambat, kami semua berkumpul dan akan berangkat bersama ke Ranu Pani lewat jalur Senduro. Inilah untuk pertama kalinya aku akan melewati jalur ini karena biasanya aku selalu lewat jalur Ngadas, Tumpang.


Perjalanan kami lewati mulai Tawangalun - Rambipuji - Bangsalsari - Tanggul - Lumajang. Sampai pertigaan "Anggur Orang Tua" kami belok kiri ke arah pemandian Selokambang. Setelah sampai daerah Senduro kami mampir di Pasar Senduro untuk belanja melengkapi bekal dan bawaan yang kurang sambil mengambil peralatan kemah yang akan kita sewa.


Setelah semua perlengkapan siap kami menuju jalur Desa Burno yang merupakan desa terakhir sebelum memasuki hutan TNBTS ( Taman Nasional Bromo Tengger Semeru). Di Desa Burno sendiri udara sudah mulai terasa sejuk. Memasuki hutan, sepeda motor kami mulai melenggak-lenggok naik menyusuri jalan. Sampai pertengahan jalan, salah satu ban sepeda motor teman kami ternyata ada yang bocor, di tengah H U T A N... . .  .  .  .


Jalanan sempit membuat kami parkir di pinggir jalan agar kendaraan lain dapat lewat tanpa terganggu. Akhirnya diputuskan bahwa salah seorang yaitu si "Laler" akan turun ke bawah untuk membonceng tukang tambal ban ke atas sini. Benar-benar ide yang CEMERLANG.


tik..tok..tikk...tokkkk......


Berlama-lama kemudian......


tik...tokk...tik....tokkkkk....



Setelah yang ditunggu tidak datang juga, akhirnya aku memutuskan untuk turun menjemputnya bersama salah satu teman. Setelah turun sejauh 3 km dengan jalanan Senduro yang hancur kami berpapasan dengan Laler yang berboncengan dengan seorang wanita yang ternyata tukang tambal bersama peralatannya dan anak laki-lakinya. Sekali lagi, Kartini telah menyapaku kembali.


Sampai diatas setelah peralatan diturunkan ternyata ada seorang laki-laki yang membantu memperbaiki ban sepeda teman kami. Selama ban diperbaiki kami mengobrol tentang jalan yang akan kami tempuh.


Tak berapa lama lewatlah sebuah truk pasir yang ternyata kenalan laki-laki tersebut. Saat itu kami putuskan bahwa seluruh peserta wanita beserta seluruh tas dan seorang teman laki-laki yaitu Kecrot akan ikut truk pasir.

Mereka berangkat terlebih dahulu.


Setelah urusan ban bocor selesai, Laler mengantar kembali Kartini Tambal Ban ke rumahnya. Kami menunggu Laler sambil diguyur hujan khas hutan hujan tropis yang aliran air di jalanannya membawa kawanan lintah. Dua diantaranya berhasil menempel di kaki teman kami si "Tole" dan berhasil pula minum sampai gemuk tanpa diketahui. Setelah Laler datang, kami kembali melanjutkan perjalanan menyusuri hutan.


Jalanan sejauh 20km dengan kondisi rusak, banjir dan menanjak kami lahap  dengan dua kali berhenti untuk mengistirahatkan mesin kendaraan. Saat beristirahat di jalan, kami mensyukuri kejadian ban bocor tadi. Karena jika tetap berboncengan, tentunya kendaraan kami tidak akan bisa berjalan naik menanjak dengan membawa 2 orang per sepeda ditambah barang bawaan yang berat seperti Carrier. Memang selalu ada hikmah dan kemudahan dibalik suatu musibah.


Kami sampai di Ranu Pani dan langsung berkumpul dengan teman-teman yang naik truk.


Tidak lama kami langsung mendaftarkan tim ke Pos Ranu Pani dan memarkir kendaraan. Karena sudah banyak waktu yang terbuang di bawah tadi, kami langsung saja mengunjungi Warung Rawon Pani yang terkenal diantara para pendaki untuk makan nasi yang tidak akan kami rasakan untuk 2 hari ke depan.


Setelah semua perut terisi, Aku, Erviana, Ichsan, Icha, Leped, Tunink, Kecrot, Laler, Tole dan Telik bersiap untuk berdoa memohon keselamatan bersama yang dipimpin Kecrot agar sampai di tujuan dengan selamat. Amien.


Setelah berdoa, kami pun berjalan menuju jalur pendakian Semeru. Kami menuju gapura pendakian diantarkan oleh hujan yang mulai turun.


Sampai di gapura jalur pendakian, aku membungkuk untuk mengambil tanah yang mulai basah layaknya pemain bola yang akan masuk ke lapangan. Aku berdoa sekali lagi untuk keselamatan kami.


Baru 100 meter kami berjalan, ada jalur pendakian yang membawa kami ke atas. Jalur pendakian sudah dipaving dengan baik.


Jalanan yang cukup menanjak, membuat para wanita mengajak beristirahat karena kelelahan. Kami terus berjalan, aku bersama dengan Erviana, Ichsan dan Icha. Leped bersama dengan Tole dan Telik . Tunink sudah di depan bersama pembawa carrier, Kecrot dan Laler. Seringnya istirahat membuat aku, Ervi, Ichan, Icha, Tole, Leped dan Telik menjadi rombongan terakhir yang sampai di Pos 1.

Setelah beristirahat kami melanjutkan perjalanan bersama-sama kembali. Selama perjalanan ke Pos 2 tim kembali pecah menjadi 2 bagian seperti awal.Saat kami sampai di Pos 2 para pembawa carrier sudah tidak terlihat karena mereka telah berjalan lebih dahulu. Sampai Pos 2 hari sudah petang. Hal ini tentu saja membuat kita memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan.


Baru berjalan 200 meter, kami mulai menyalakan lampu senter. Bersama para pendaki lain yang jauh lebih berpengalaman dan berperalatan lengkap kami berjalan menyusuri gelap, membelah perdu, melompati balok-balok kayu yang melintang, menanjaki tanah basah, menggelincir di teturunan dan menyibak tiap sudut jalan dengan sorot lampu senter serta doa yang selalu terucap untuk terus membimbing kami sampai tujuan. Selama berjalan hawa dingin tidak terasa sama sekali di badan. Namun ketika kami beristirahat dan tubuh mulai rileks, udara dingin langsung menusuki kulit berusaha menembusi tulang.


Setelah bersusah payah dan beristirahat berulang-ulang, kami sampai di Pos 3 yang sudah rubuh. Ternyata para pembawa carrier sudah menunggu 3 jam disana. Tentu saja mereka kedinginan. Badan yang tidak bergerak tidak menimbulkan kalor. Hal ini membuat dinginnya malam segera mengeroyok mereka lebih ganas dari nyamuk-nyamuk yang kelaparan. Sambil menunggu kami beristirahat mereka menyiapkan kembali untuk perjalanan selanjutnya. Disini Icha sempat mengalami kelelahan. Namun setelah diberi support secara moral dan makanan kami kembali berjalan bersama kembali.


Jalanan setelah pos 3 adalah tanjakan yang licin. Disini Leped sampai harus merangkak untuk dapat melewatinya. Karena perjalanan berlangsung lambat, akhirnya aku, Ervi, Tole dan Leped tertinggal berjalan paling akhir. Kondisi Leped yang sudah sangat kelelahan membuat kami sangat sering berhenti. Namun itulah gunannya teman bukan. Walaupun ada yang kelelahan, tetapi kita tetap mensupport agar bisa bersama-sama sampai tujuan. Termasuk membawakan bawaannya agar dapat lebih tinggi bersama-sama, walaupun selangkah lebih tinggi bersama-sama.


Akhirnya medan tanjakan sudah mulai habis. Jalanan mulai datar, hanya ada rumput-rumputan yang tersibak di kiri dan kanan jalan. Jalanan sudah tinggal lurus datar pertanda kami mulai memasuki areal Ranu Kumbolo, tujuan kami. Tidak lama kami pun melihat lampu-lampu tenda di bawah Tanjakan Cinta yang jumlahnya ratusan beserta siluet Ranu Kumbolo yang mempesona.


Perjalanan 10 jam yang menguras tenaga menjadi lenyap. Tiba-tiba seperti ada tenaga lagi yang mengantar kami sampai Pos 4. Sampai Pos 4 yang terletak diatas danau aku berteriak memanggil nama teman-teman yang sudah sampai terlebih dahulu. Setelah mendapat teriakan jawaban beserta isyarat lampu senter aku dan Ervi langsung beringsut turun menggelincir di turunan berlumpur becek agar lebih cepat sampai.


Benar saja, Telik langsung menyambut kami dan Icha langsung menyodorkan makanan. Setelah memeriksa jam, ternyata kita baru sampai pukul 1 dini hari. Padahal kami berangkat dari Ranu Pani pukul setengah 3. Berarti kami telah berjalan 10,5 jam. Karena masih lapar, aku membuka tas dan mengambil mi instan untuk dimasak lagi. Setelah Tole sampai kami makan berdua di bawah langit malam, di samping Ranu Kumbolo. Karena kelelahan yang sangat, tidak lama kemudian kami bersepuluh langsung tidur didalam tenda berbalut sleeping bag masing-masing.


Keesokan harinya aku terbangun pukul setengah tujuh oleh suara Ervi dan Tole.

Ranu Kumbolo yang kemarin tampak hanya siluetnya tiba-tiba menjelma sangat nyata di pagi hari ini berbalut kabut tipis yang beriringan pada permukaannya. Surga di lereng Gunung Semeru.


Baru saja bangun, Ervi sudah menawarkan makanan dan minuman hangat untuk berdua. Kami pun sarapan berdua di pinggir ranu. Selesai makan, teman-teman yang lain menyusul sarapan.


Setelah sarapan, aku, Ervi dan Telik berinisiatif untuk jalan menaiki Tanjakan Cinta sambil menyapa Oro-oro Ombo. Aku dan Telik melewati jalur atas, sedangkan Ervi berjalan menyusuri pinggiran ranu. Sepanjang perjalanan kami berfoto-foto untuk koleksi pribadi.


Mengutip kata-kata seorang teman, "Jangan meninggalkan apapun selain jejak dan jangan mengambil apapun selain foto, agar alam kita tetap lestari." Thanks to Nunnu Naufal.


Ternyata para pendaki yang mendirikan tenda di bawah Tanjakan Cinta sudah sangat banyak, maklum lokasi paling favorit karena disini tempat terbaik menikmati matahari terbit Ranu Kumbolo yang tidak kalah terkenal dengan Bromo. Bermacam-macam jenis tenda dengan bermacam-macam merk dapat ditemui disini.


Kami segera mendaki Tanjakan Cinta. Aku tidak memperdulikan mitos didalamnya karen toh sudah ada Ervi disampingku saat ini dan itu sudah cukup. Layaknya happy hike, kami berjalan santai dengan berkali-kali beristirahat saat menaiki tanjakan. Sampai diatasnya kita akan mengerti mengapa disebut tanjakan cinta. Karena pada bagian atasnya kita seperti berjalan di bagian atas bentuk hati (love) yang menyempit. Setelah itu pemandangan Oro-oro Ombo akan hadir didepan indera penglihatan kita. Sangat kontras dengan saat kita menoleh ke belakang.


Setelah pukul 9 kami bergegas balik ke tenda menyusuri tepian Ranu Kumbolo.

Pukul 09.00 Telik dan Tole memutuskan untuk kembali ke Jember terlebih dahulu karena ada urusan yang tidak bisa dilewatkan. Sedangkan kami ber delapan memutuskan masih tinggal untuk semalam lagi karena ingin merasakan dingin dan indahnya suasana di Ranu Kumbolo.


Setelah mengantarkan kepulangan mereka, kami yang memilih tinggal memutuskan untuk memindah lokasi tenda kami. Meski hanya berjarak 15 meter, namun suasananya lebih privasi karena terlindung oleh dua gundukan bukit kecil. Pemindahan ini kami lakukan secara langsung tanpa membongkar tenda, sehingga dari kejauhan akan terlihat empat orang perkasa mengusung tenda diujung-ujungnya layaknya penopang Panglima Sudirman.


Ketika hari menjelang siang aku memutuskan untuk membaca buku yang kubawa dari rumah sambil menikmati dinginnya Ranu Kumbolo di dalam tenda hingga akhirnya aku tertidur pulas.


Tiba-tiba hujan turun mengguyur seisi Ranu Kumbolo. Aku dan beberapa teman yang ternyata juga tertidur pulas akhirnya terbangun oleh dinginnya air hujan yang masuk ke dalam tenda. Pertama yang kami seamatkan tentu saja sleeping bag, karena inilah nyawa kami di malam hari. Usai menyelamatkan sleeping bag dan benda-benda lain, kami memperbaiki cover tenda agar air tidak dapat masuk. Benar saja, karena proses pindahan tadi, cover tidak tertarik dengan baik yang menyebabkan air hujan masuk. Suatu pembelajaran yang berharga dikemudian hari.


Sore itu aku berjalan-jalan lagi untuk menghangatkan badan, terlihat beberapa orang memancing. Ternyata ikan-ikan yang ada di Ranu Kumbolo cukup variatif macamnya, ada lele, mujair, bader, gatul dan lain-lain. Bahkan menurut Tole, dia pernah melihat ikan seukuran paha manusia dewasa.


Kabut yang mulai turun di sore hari ini menambah cantik suasana. Beberapa sudut Ranu Kumbolo mulai tertutup kabut. Entah dari mana saja mereka datangnya.


Malam harinya kami hanya di dalam tenda sambil masak dan bercerita serta bercanda. Pukul 21.00 kami memutuskan untuk tidur karena esok mesti bangun pagi untuk pulang, memngingat perjalanan pada saat naik yang membutuhkan waktu yang lama.

Malam harinya kami terbangun oleh suara-suara tetangga menyambut pergantian tahun. Bahkan di Ranu Kumbolo sekalipun, tahun baru diwarnai dengan pesta kembang api yang menghiasi langit malam. Selain itu, kami terbangun pula oleh suara tetangga yang meminjam golok kami dan memotong kayu di depan tenda kami, serasa film "I Know What You Did Last Summer" gitu lah.


Esok harinya, aku dibangunkan oleh suara Icha,"Waaahhhh, mist-nya banyak, keluar dari air danau." Walaupun ingin keluar untuk melihat, tapi dingin menahan badan ini untuk tetap bereada di balik sleeping bag. Hingga akhirnya Icha dan Ervi dengan sadisnya membawakan air kumbolo untuk diusapkan di wajah.


Pagi itu kami segera membuat sarapan dan dimakan bersama-sama. Setelah itu membereskan perlengkapan tenda dan pulang.


Pulangnya kami membawa sampah yang kami bawa, bentuk kewajiban kita sebagai generasi bangsa. Selain itu, kami percaya bahwa seperti halnya perbuatan buruk yang mudah ditularkan dari satu individu ke individu yang lain, begitu pula perbuatan baik, ia akan menular pula ke yang lain.


Dalam perjalanan pulang kami menikmati pemandangan kaki Semeru yang tidak sempat kami nikmati saat berangkat. Perjalanan pulang ini serasa fun trekking karena kami disuguhi pemandangan alam yang cantik dan liar yang menjadi satu. Pos demi pos kami lalui tanpa kesulitan berarti seperti saat kami naik.


Setelah melewati pos 2, kami bertemu dengan teman semasa kuliah, yaitu Cahyarani Febriana. Meski pertama melihat agak ragu untuk menyapa, akhirnya saling menyapa juga. Ternyata dia kemarin sudah sampai puncak loh, salut deh buat Nana.


Perjalanan turun ini tidak membutuhkan waktu yang lama seperti saat naik. Hal ini ditunjukkan dengan waktu turun yang cuma berlangsung 4 jam saja, dari pukul 09.15-13.25. Sampai bawah kami kembali berfoto dibawah gapura selamat datang dan kami sempat berfoto dengan pendaki-pendaki yang lain loh.


Sampai Ranu Pane kami langsung menyerbu Warung Rawon seperti saat akan berangkatnya. Setelah makan dan membuang sampah, kami mengambil kendaraan dan pulang ke Jember.


Perjalanan ke Jember pun rupanya masih ingin memberikan petualangan untuk kami. Saat berada di kawasan Jatiroto hujan beserta angin turun begitu derasnya. Lampu jalan yang mati membuat marka jalan tidak terlihat. Hujan berlangsung derasnya sampai kami sampai di Tanggul.


Sampai di Jember, kami langsung mencari makan masing-masing. Selesai makan, saya mengantarkan Ervi ke kosnya dan saya berkumpul di rumah Iksan bersama dengan teman-teman yang lain.


Esok paginya, saya langsung kembali ke Surabaya via Terminal Tawang Alun, Jember.


Demikianlah perjalanan Happy Camp tahun baru 2013 bersama kalian semua. Pada Januari-nya grup ini kita beri nama "Camp Bunga Matahari" yang tidak disetujui oleh semuanya sehingga berganti ama menjadi "Kredo Travelers".


Have a nice year Kredo's


-Fin-


Malang, 2013