Minggu, 04 Januari 2015

Cahaya Pengiring

Cahaya Pengiring

Aku masih ingat perbincangan terakhir kita. Ketika kau bercerita tentang tempat-tempat yang indah. Sungai yang berkelok dengan ikan besarnya. Hutan yang lebat dengan kera besarnya. Laut yang jernih dengan cermin airnya, atau malam yang terang dengan pendaran bintangnya dimana kau mengatakan bahwa cahaya yang menuntun jalanmu untuk pulang. Sebenarnya aku tidak peduli dengan itu semua. Aku hanya menyukai caramu bercerita. Cerita yang selalu kau mulai pada kopi keduamu, karena kopi pertamamu selalu kau habiskan bersama dengan kesunyian malam atau gerimis rintik hujan dimana kau seolah berlari sendiri dalam duniamu. Ceritamu selalu dimulai dengan nyala tembakau dan hirup air kopimu. Seirama dengan desau angin atau rintik hujan yang mengiring. Aroma rambutmu yang membawa bebauan setiap cerita. Keceriaan wajahmu saat mengarungi waktu atau kemurunganmu saat melepas waktu. Kebajikan dan kebiksanaan hidup yang beraneka ragam. Setidaknya itulah yang terekam pada malam terakhir kita bertemu. Sebelum keesokannya kau melanjutkan petualanganmu dan pesawat yang kau tumpangi tak pernah sampai. Sampai jumpa kawan, selamat jalan. Terbanglah bebas bersama angin, menyelam dalam bersama arus di lautan, bumi inilah rumahmu dan kau telah sampai padanya. Seperti yang pernah kau katakan, cahaya lah yang kan menuntunmu pulang. Sidoarjo, 2015 Deep condolences for QZ #8501