Minggu, 08 September 2013

Trilogi Gunung, Laut, Citisight #1



Gunung


Tiap tempat tentu punya pesonanya sendiri. Entah itu Gunung, Laut, Pantai ataupun jalan-jalan di Perkotaan. Mereka menawarkan feelnya tersendiri.


Gunung memiliki alamnya yang memukau, pemandangan yang indah, hijaunya yang menyegarkan mata, menantang adrenalin saat kita berjalan mendaki dan melewati tanjakan curam, serta segala keunikan dan kecantikannya.


Bagi saya Gunung itu kokoh tak tertandingi, besar namun masih mungkin digapai, angkuh namun mengayomi. Ia adalah perwujudan mimpi dan cita-cita yang harus digapai dalam hidup.


Dalam melakukan pendakian, kita tidak akan menemukan shortcut atau jalan pintas, kita hanya menempuh jalur yang berbeda saat melaluinya. Saat mengalami kelelahan, boleh saja kita beristirahat, namun dalam batas wajar, hanya sampai lelah itu reda dan kita melanjutkan berjalan kembali. Beristirahat terlalu lama berpotensi untuk hipotermia. Di keadaan yang lain, jika kita terlalu menikmati keindahannya, kita akan kehilangan fokus pada tujuan awal kita yaitu Summit.


Pada kejadian kedua, seringkali kita menikmati "Comfort Zone" yang membuat fokus utama pudar dan berhenti pada tempat yang sama. Tentu saja karena kita merasa cukup nyaman akan tempat kita.


Dalam hal naik gunung, walaupun kita sudah menetapkan hati untuk Summit Attack, tidak serta merta kita dapat mewujudkannya. Beberapa pendaki akan melihat momentum yang tepat dengan melihat keadaan dan cuaca. Jika cuaca tidak memungkinkan, mereka akan menunggu momen yang tepat untuk melakukannya. Namun jika kondisi buruk itu memaksa untuk mundur, tak ada salahnya berada di tempat yang lebih rendah untuk dapat melompat lebih tinggi.


Begitu pula hidup, adakalanya kita menunggu momen yang tepat untuk melanjutkan perjalanan hidup. Membaca alam dapat dilakukan dengan mendengarkan suara hati. Dalam "Alchemist" Paulo Coelho, hal ini disebut bahasa buana. Saya lebih menyukai menyebutnya intuisi hati. Toh segala sesuatu yang dipaksakan tak akan berjalan dengan baik.


Saat mendaki gunung, melihat hamparan alam yang luas, menyipit saat menembus malam berkabut, berpegangan pada batang kayu saat menaiki atau menuruni tanjakan, memandang lautan awan, seringkali saya merasa kecil. Namun ketika membayangkan itu semua saat berada pada ketinggian membuat saya heran bagaimana saya melalui itu semua. Seperti saya yang hampir terpeleset saat melalui cekungan kecil di bawah sana. Review kecil-kecilan sebagai pelajaran.


Bagi saya, tiap perjalanan memiliki pelajaran yang bisa diambil untuk kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya itu, intuisi pribadi kita akan lebih peka dalam membaca bahasa-bahasa alam.


Malang, 2013


Kopi hitam masih setengah sambil menunggu teman untuk bersua.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar: